Rupiah Lagi Perkasa! Dolar Singapura Tak Berdaya
Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing lagi-lagi mengalirkan modalnya ke Indonesia yang membuat rupiah kembali perkasa. Alhasil, dolar Singapura tertahan terus di bawah Rp 10.600/SG$.
Di pasar saham, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih Rp 1,3 triliun di pasar reguler, nego dan tunai pada perdagangan sesi I. Dalam beberapa pekan terakhir investor asing tak henti-hentinya melakukan aksi beli bersih, padahal sentimen secara global sedang memburuk akibat perang Rusia - Ukraina.
Aliran modal tersebut membuat rupiah mampu bertahan dari tekanan, bahkan berapa dalam tren penguatan melawan dolar Singapura sejak awal Februari lalu.
Pada perdagangan Jumat (4/3) pukul 12:15 WIB, dolar Singapura berada di kisaran Rp 10.584/SG$, melemah 0,17% di pasar spot, melansir data Refintiv.
Selain aliran modal asing, data dari dalam negeri juga cukup bagus.
Badan Pusat Statistik (BPS) Selasa lalu mengumumkan di bulan Februari justru terjadi deflasi secara bulanan.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto melaporkan terjadi deflasi atau penurunan indeks harga konsumen sebesar 0,02% pada bulan lalu dibandingkan Januari 2022 (month-on-month/mtm). Ini adalah deflasi pertama sejak September 2021.
Sementara dibandingkan Februari 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 2,06%, turun dari bulan sebelumnya 2,18%. Kemudian inflasi inti sebesar 2,03% (yoy) naik dari bulan sebelumnya 1,84%.
Kenaikan inflasi inti tersebut menjadi kabar bagus sebab menunjukkan kenaikan harga item yang tidak volatil, sehingga ada indikasi daya beli masyarakat meningkat.
Kemudian harga komoditas yang meroket juga mendongkrak kinerja rupiah. Harga batu bara kemarin ambrol nyaris 20% ke US$ 358,45/ton, tetapi sehari sebelumnya meroket lebih dari 46% ke US$ 446/ton yang menjadi rekor tertinggi sepanjang masa.
Selain itu ada juga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang bisa menjadi substitusi minyak mentah dalam bentuk bio diesel, yang menembus RM 8.000/ton pada Rabu lalu.
Kenaikan komoditas ekspor andalan tersebut bisa membuat neraca perdagangan Indonesia terus mencetak surplus. Jika demikian, transaksi berjalan juga bisa mempertahankan surplusnya, hal ini menjadi sentimen positif bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)