
Perang Bisa Memicu Harga Minyak Lampaui US$140 Hingga Pilpres

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia merupakan salah satu eksportir minyak terbesar di dunia. Perang dan sanksi ekonomi yang terjadi tentu bakal mengganggu pasokan komoditas minyak.
Imbasnya, harga minyak merangkak naik. Moody's bahkan menghitung jika skenario terburuk konflik Rusia-Ukraina terjadi berkepanjangan, maka harga minyak dunia bisa bertahan di atas US$140 per barel hingga 2024.
Andai konflik terjadi dengan skenario yang lebih singkat pun kenaikan harga minyak bisa bertahan hingga 2023. Namun, kenaikannya masih terbatas melebihi US$100 per barel dan tidak melewati level US$120 per barel.
Meski begitu, kedua skenario harga tersebut masih jauh lebih tinggi dari perkiraan harga minyak jika tidak ada perang, di kisaran US$60 per barel hingga US$80 per barel.
Sayangnya, menurut riset BRI Danareksa Sekuritas, Jumat (4/3/2022), Indonesia tidak bisa menikmati kenaikan harga komoditas minyak. Wajar saja, alih-alih eksportir, Indonesia justru merupakan net importir minyak.
Beruntung, pada komoditas energi lain Indonesia merupakan net eksportir dengan nilai ekspor komoditas energi lain yang lebih besar dari
import minyak sehingga net ekspor komoditas non minyak masih mengalami surplus.
Gangguan Tidak Langsung
Indonesia memang tidak merasakan dampak kerusakan langsung dari perang Rusia-Ukraina. Meski begitu, waspadai gangguan ekonomi akibat perang kedua negara tersebut.
Terlebih, Indonesia merupakan rekan dagang Rusia. Tren surplus neraca perdagangan Indonesia ke Rusia juga dalam tren meningkat.
Masih mengacu pada riset BRI Danareksa Sekuritas, nilai ekspor Indonesia ke Rusia sebesar US$ 1,71 miliar pada 2018. Nilai ini sempat turun jadi US$ 1,68 miliar pada 2019, namun nilainya kembali meningkat jadi US$ 1,79 miliar pada 2020.
Selama periode tersebut, surplus neraca perdagangan Indonesia meningkat. Pada 2018l nilainya masih US$ 847,27 juta. Setahun setelahnya, nilainya naik jadi US$ 912,16 juta. Bahkan pada 2020, surplus neraca perdagangan Indonesia ke Rusia mencapai US$ 1,22 miliar. Produk-produk komoditas mineral menjadi ekspor utama Rusia ke Indonesia.
Perdagangan antara Indonesia dengan Rusia menghasilkan surplus yang cukup besar bagi Indonesia. Namun, intensitas perdagangan antara Indonesia dengan Rusia masih relatif rendah, dengan nilai indeks intensitas perdagangan
yang kurang dari 1).
Walaupun intensitas dagang Rusia-Indonesia rendah, namun perang
Rusia-Ukraina tentunya memberikan dampak yang negatif bagi perekonomian nasional lewat jalur perdagangan.
(dhf/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gegara RI & Rusia, Harga Batu Bara Melaju Bak Roller Coaster