
Ngeri! Pembangkit Nuklir Ukraina Keluar Asap, Rupiah Sehat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (4/3), meski situasi di Ukraina dilaporkan semakin memburuk.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan hari ini dengan menguat 0,1% ke Rp 14.370/US$ dan bertahan di level tersebut hingga pukul 9:10 WIB.
CNBC International melaporkan asap terpantau muncul dari pembangkit listrik tenaga Nuklir di Ukraina setelah adanya serangan dari Rusia. Situasi di sana juga dilaporkan memburuk, dan kabar yang bereda sulit dikonfirmasi.
Hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar juga memburuk, indeks Dow Jones Futures yang sebelumnya menguat berbalik jeblok hingga 200 poin.
Tetapi dalam kondisi tersebut, investor asing masih mengalirkan modalnya ke dalam negeri yang membuat rupiah masih kuat. Di pasar saham pagi ini investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) lebih dari Rp 500 miliar, yang membuat IHSG menghijau.
Sementara itu Ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell juga menyoroti perang Rusia - Ukraina yang dikatakan sebagai "a game changer" bagi perekonomian Amerika Serikat dan dunia yang bisa memberikan dampak yang tidak bisa diprediksi.
"Ada peristiwa yang akan datang dan kita tidak tahun apa dampaknya terhadap perekonomian AS," kata Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR, pada Rabu (2/3).
Meroketnya harga komoditas akibat perang tersebut berisiko memicu inflasi yang semakin tinggi.
Hal ini membuat The Fed dan bank sentral lainnya bisa agresif dalam menaikkan suku bunga. Powell juga membuka lebar kemungkinan tersebut.
"Kami akan berhati-hati saat mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Kamu memiliki ekspektasi inflasi akan mencapai puncaknya kemudian turun di tahun ini. Jika inflasi malah semakin tinggi atau lebih persisten, kami akan bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih agresif dengan menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada satu atau beberapa pertemuan," kata Powell.
Untuk saat ini, Powell mendukung kenaikan sebesar 25 basis poin di bulan ini. Namun, jika nantinya The Fed lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, maka ada risiko pasar finansial global akan mengalami gejolak, termasuk Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
