
Rupiah Waspada! Perang Rusia-Ukraina Jadi "A Game Changer"

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebelum libur Hari Raya Nyepi kemarin, rupiah mengalami pelemahan yang cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pasukan Rusia yang berkonvoi dalam jumlah besar mendekati ibu kota Ukraina, Kyiv, membuat sentimen pelaku pasar memburuk, rupiah pun melemah 0,35% ke Rp 14.385/US$ pada perdagangan Rabu.
Sementara pada perdagangan hari ini, Jumat (4/3), tekanan bagi rupiah masih cukup besar, meski peluang menguat masih terbuka.
Ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell juga menyoroti perang Rusia - Ukraina yang dikatakan sebagai "a game changer" bagi perekonomian Amerika Serikat dan dunia yang bisa memberikan dampak yang tidak bisa diprediksi.
"Ada peristiwa yang akan datang dan kita tidak tahun apa dampaknya terhadap perekonomian AS," kata Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR, pada Rabu (2/3).
Meroketnya harga komoditas akibat perang tersebut berisiko memicu inflasi yang semakin tinggi. Hal ini membuat The Fed dan bank sentral lainnya bisa agresif dalam menaikkan suku bunga. Powell juga membuka lebar kemungkinan tersebut.
"Kami akan berhati-hati saat mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Kamu memiliki ekspektasi inflasi akan mencapai puncaknya kemudian turun di tahun ini. Jika inflasi malah semakin tinggi atau lebih persisten, kami akan bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih agresif dengan menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada satu atau beberapa pertemuan," kata Powell.
Untuk saat ini, Powell mendukung kenaikan sebesar 25 basis poin di bulan ini. Namun, jika nantinya The Fed lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, maka ada risiko pasar finansial global akan mengalami gejolak, termasuk Indonesia.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih berada di atas rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50) dan MA 200, sehingga kembali menghidupkan pola Golden Cross.
Golden Cross merupakan perpotongan antara rerata MA 50, dengan MA 200 dari bawah ke atas. MA 50 sebelumnya juga sudah memotong MA 100.
Golden Cross bisa menjadi sinyal berlanjutnya kenaikan USD/IDR yang berarti pelemahan rupiah. Dengan kata lain, Golden Cross yang muncul merupakan Death Cross (palang kematian) bagi rupiah. Artinya jika tertahan di atas MA 200 maka rupiah ke depannya berisiko melemah.
Tekanan bagi rupiah semakin besar setelah membentuk pola White Marubozu pada perdagangan Rabu (2/3).
Suatu candle stick dikatakan membentuk pola White Marubozu ketika harga open sama dengan low dan close sama dengan high.
White Marubozu merupakan sinyal nilai suatu aset akan kembali bergerak naik, secara psikologis menunjukkan aksi beli dolar AS mendominasi pasar.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah berada di wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Artinya, ketika Stochastic belum mencapai wilayah overbought maka belum ada sinyal pembalikan arah alias penguatan rupiah.
Support terdekat berada di kisaran Rp 14.360/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.400/US$ hingga Rp 14.410/US$. Penembusan ke atas level tersebut akan membawa rupiah melemah menuju Rp 14.450/US$.
Sementara jika mampu menembus support, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.330/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
