'Dikomporin' Batu Bara, Kurs Dolar Australia Meroket!
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia meroket melawan rupiah dalam beberapa hari terakhir, penyebabnya harga batu bara yang terus naik tajam hingga mencatat rekor tertinggi sepanjang masa. Australia merupakan eksportir batu bara terbesar kedua setelah Indonesia, sehingga kenaikan harganya mendongkrak pendapatan negara.
Kenaikan harga batu bara juga menguntungkan bagi Indonesia yang juga bisa mendongkrak kinerja rupiah. Tetapi sayangnya sentimen pelaku pasar yang memburuk membuat rupiah tertekan.
Pada perdagangan Rabu (2/3) pukul 13:11 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran 10.437/AU$, berada di level tertinggi dalam 3,5 bulan terakhir.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 305,45/ton. Melesat 21,45% sekaligus menjadi rekor tertinggi baru, melewati sebelumnya US$ 280/ton.
Harga batu bara sedang menjalani tren positif. Dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini 'terbang' 58,68% secara point-to-point.
Prospek peningkatan permintaan akan menjadi penopang kenaikan harga batu bara. Konflik Rusia-Ukraina menyebabkan pasokan gas alam di Eropa terancam.
Negeri Beruang Merah adalah pemasok sekitar 35% kebutuhan gas di Benua Biru. Perang, plus berbagai sanksi bagi Rusia, akan membuat pasokan itu terancam seret.
Oleh karena itu, batu bara akan kembali dilirik sebagai sumber energi primer pengganti gas alam. Jerman sudah membuka wacana soal ini.
Sementara itu, memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi setelah konvoi besar pasukan Rusia dilaporkan mendekati ibu kota Kyiv.
Foto kamera satelit yang diambil oleh perusahaan Maxar Technologies AS menunjukkan konvoi besar pasukan Rusia menuju Kyiv. Panjang konvoi tersebut sekitar 65 kilometer, yang memicu kekhawatiran jatuhnya ibu kota Ukraina.
Wakil Perdana Menteri Inggris, Dominic Raab, mengatakan akan melakukan apa saja guna mencegah "Fall of Kyiv". Pasukan Rusia kini dikabarkan berada 17 mil dari Kyiv, tetapi masih belum diketahui secara pasti seberapa cepat serangan militer akan dilakukan.
Presiden AS, Joe Biden dalam pidato resminya kemarin menegaskan Presiden Rusia Vladimir Putin akan membayar harga yang mahal karena serangan yang dilakukan negaranya ke Ukraina.
"Dia menolak upaya diplomasi. Dia pikir Barat dan NATO tidak akan menanggapi. Dia pikir dia bisa memecah belah kita di sini di rumah" kata Biden.
"Putin salah, kami sudah siap."
AS dan NATO sendiri memang menegaskan tidak akan mengirimkan tentara itu melawan Rusia langsung di Ukraina. Namun, 28 negara NATO berkomitmen mengirimkan senjata.
"Kami meningkatkan dukungan sehingga sekutu menyediakan lebih banyak rudal pertahanan udara anti-tank, bantuan militer, dukungan keuangan, karena kami mendukung Ukraina," ujar Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)