'Nuklir Keuangan' SWIFT Disiapkan Acak-Acak Rusia, Sakti?
Jakarta, CNBC Indonesia - Invasi yang diluncurkan oleh Rusia ke Ukraina di minggu ini membuat Dunia Barat geram. Mereka pun menjatuhkan berbagai sanksi ekonomi ke Negeri Beruang Merah, salah satunya dengan upaya untuk menendang Rusia dari jejaring informasi perbankan internasional yang dikenal sebagai SWIFT.
SWIFT atau Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication adalah semacam platform jejaring sosial bagi bank.
Lewat SWIFT bank-bank di dunia yang tergabung di dalamnya dapat bertukar informasi tentang pergerakan uang.
Pertama kali dibentuk pada tahun 1973, SWIFT kini sudah mengkoneksikan lebih dari 11 ribu institusi keuangan di lebih dari 200 negara sehingga transaksi keuangan antar negara dapat dilaksanakan.
Upaya untuk menendang Rusia dari SWIFT layaknya memotong akses internet seseorang sehingga dalam kasus Rusia, bank-banknya akan sulit mengakses ke pasar keuangan global.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Zachariadis seorang professor teknologi keuangan dan sistem informasi di Universitas Manchaster.
Maria Shagina seorang ahli dalam bidang sanksi internasional yang berbasis di Helsinski mengatakan bahwa memutus Rusia dari SWIFT akan berdampak pada ekonominya.
"Rusia sangat bergantung pada SWIFT karena ekspor hidrokarbon dalam mata uang dolar AS. Pemutusan tersebut akan berdampak pada terbatasnya transaksi internasional, memicu volatilitas nilai tukar hingga dapat menyebabkan outflows besar-besaran" kata Maria Shagina sebagaimana dikutip dari CBC News.
Selanjutnya Alexandra Vacroux Direktur Eksekutif di Davis Center for Russian and Eurasian Studies di Harvard University mengatakan bahwa Rusia sangat bergantung pada ekspor migas dalam transaksi keuangan internasionalnya.
Sehingga dengan "menendang" Rusia dari SWIFT akan berdampak pada sulitnya ekspor migas dari Rusia ke dunia dan selama ini pendapatan negara Rusia berasal dari ekspor migas. Oleh sebab itu akan semakin sulit juga pemerintahnya untuk mendanai anggaran jika ekspor migas drop.
Kasus pemutusan hubungan suatu negara dari SWIFT sebenarnya pernah terjadi. Iran kehilangan akses ke SWIFT pada 2012 sebagai akibat dari saksi yang dijatuhkan dunia internasional atas program nuklir yang dimilikinya.
Vacroux mengatakan ketika Iran kehilangan koneksiya ke SWIFT dampaknya tergolong signifikan karena mereka kehilangan setengah dari pendapatan ekspornya dan nilai perdagangan internasional turun 30%.
Sebenarnya sejak invasi Rusia ke Crimea pada 2014 silam pihak Negeri Beruang Merah sudah mengantisipasi potensi pemutusan Rusia dari SWIFT dan membuat alternatif baru yaitu dengan System for Transfer of Financial Messages (SPFS).
Hingga Februari 2020, tercatat ada lebih dari 400 bank Rusia yang sudah bergabung dengan platform tersebut. Jauh melebihi jumlah bank Rusia yang bergabung dengan SWIFT di angka sekitar 300 bank.
Namun hanya ada belasan bank-bank negara lain yang tergabung dalam sistem tersebut termasuk 1 bank asal China. Sehingga platform SPFS juga tak akan banyak membantu Rusia.
Selain itu opsi-opsi alternatif seperti menggunakan teknologi blockchain untuk proses pengiriman uang juga dianggap masih terlalu dini untuk diadopsi secara massal.
Menariknya pandangan berbagai negara Barat terhadap wacana ini juga terbelah. Inggris, Kanada dan AS setuju Rusia ditendang dari SWIFT.
Sementara itu Prancis cenderung lebih demokratis dengan mengatakan akan menaganlisis terlebih dahulu dampak dari sanksi yang diberikan.
Sedangkan Itali mengatakan pihaknya tidak akan memveto keputusan tersebut. Senada dengan Itali, Jerman juga mengungkapkan skeptisisme-nya terkait langkah tersebut.
Sebenarnya menurut Shagina pakar sanksi internasional AS dan Jerman menjadi dua negara yang paling dirugikan jika Rusia terputus dari platform SWIFT karena bank-bank di kedua negara tersebut paling sering menggunakan SWIFT untuk berkomunikasi dengan bank-bank Rusia terutama Jerman yang cukup bergantung terhadap impor energi dari Russia.
Pada akhirnya menerapkan sanksi ekonomi untuk kasus Rusia bisa jauh lebih kompleks daripada yang karena dengan globalisasi setiap negara menjadi terkoneksi dan perekonomian semakin terintegrasi, sehingga dampaknya akan tetap dirasakan oleh banyak pihak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)