
Ekonomi AS Tumbuh 7% di 2021, Berkah atau Musibah Bagi RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Amerika Serikat (AS) menunjukkan pemulihan yang impresif di tahun 2021 lalu. Data dari pemerintah AS menunjukkan rilis kedua produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2021 direvis naik menjadi 7% dari rilis awal 6,9%.
Dengan revisi tersebut, sepanjang 2021 PDB Amerika Serikat tercatat melesat 5,7%, menjadi yang tertinggi sejak tahun 1984.
Bangkitnya negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut tentunya mengerek pertumbuhan ekonomi negara lainnya termasuk Indonesia. Sebab, Amerika Serikat merupakan pasar ekspor terbesar kedua Indonesia setelah China.
Melesatnya PDB Amerika Serikat di tahun lalu membuat ekspor ke negara adidaya tersebut juga melonjak.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor ke Amerika Serikat melesat 38,4% di tahun 2021 dari tahun sebelumnya, dengan nilai US$ 25,77 miliar. Nilai tersebut berkontribusi sebesar 11,75% dari total Ekspor Indonesia tahun lalu.
Besarnya nilai ekspor tersebut menunjukkan betapa pentingnya Amerika Serikat bagi perekonomian Indonesia. Ketika perenomiannya melesat, maka Indonesia juga akan ikut terkerek.
Tetapi di sisi lain, kuatnya pertumbuhan ekonomi AS memberikan risiko bagi pasar keuangan Indonesia.
Selain inflasi yang tinggi, kuatnya perekonomian AS menjadi alasan The Fed (bank sentral AS) untuk menormalisasi kebijakan moneternya dengan agresif di tahun ini.
The Fed akan mulai menaikkan suku bunga pada bulan depan, pasar masih menimbang-nimbang apakah aka nada kenaikan sebesar 25 basis poin atau 50 basis poin.
Pasar memang sudah menakar kemungkinan The Fed agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini, bahkan dengan kemungkinan sebesar 125 basis poin hingga 150 basis poin.
Tetapi, jika perekonomian AS mampu mempertahankan momentum penguatan di awal tahun ini, bukan tidak mungkin The Fed bertindak lebih agresif lagi guna meredam kenaikan inflasi yang saat ini sebesar 7,5%, tertinggi dalam 4 dekade terakhir.
Hal ini yang bisa memberikan masalah bagi pasar finansial Indonesia. Kenaikan suku bunga secara agresif akan membuat yield Treasury (obligasi) AS melesat naik, yang bisa memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia.
Selain itu, dolar AS akan perkasa sehingga rupiah akan mendapat tekanan dari capital outflow serta penguatan dolar AS. Jika pelemahan tajam terjadi, maka akan memicu kenaikan inflasi, selain itu Bank Indonesia (BI) berpeluang mengerek suku bunga guna menstabilkan rupiah dan bisa meredam capital outflow.
Tetapi, kenaikan suku bunga tentunya bisa berdampak pada pelambatan ekonomi, suku bunga kredit yang tinggi bisa menghambat laju ekspansi perusahaan.
Artinya, inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga bisa memukul perekonomian Indonesia.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Fundamental Kuat, Aliran Modal Masih Masuk ke Dalam Negeri
