Sengketa SEA Games 1997

Bambang Trihatmojo Tak Terima Ditagih Utang oleh Sri Mulyani

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
Kamis, 24/02/2022 19:21 WIB
Foto: Bambang Trihatmodjo. (Dok detikcom)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bambang Trihatmojo buka suara soal tagihan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dana talangan penyelenggaraan Sea Games XIX Tahun 1997. Menurutnya hal tersebut tidak adil.

"Sehingga, penagihan ini juga kan jauh dari nilai keadilan," ujar Bambang melalui kuasa hukumnya Prisma Wardhana Sasmita dalam keterangan tertulis, Kamis (24/2/2022).


Penanggungjawab dari penyelenggaraan Sea Games 1997 itu adalah Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP), dan pelaksana KMP itu adalah PT Tata Insani Mukti (TIM). Akan tetapi tagihan hanya disampaikan kepada Bambang.

Utang yang ditagihkan juga membengkak, dari awalnya Rp 35 miliar menjadi Rp 64 miliar. Hal ini, karena adanya akumulasi bunga sebesar 15% per tahun.

"Kalau tagihan yang munculnya, kalau dihitung secara detail belum pernah ada sinkronisasi terkait nilainya, tapi tagihan yang ditagihkan sekitar Rp64 miliar. Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15 persen itu jadi sekian," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, tim kuasa hukum Bambang Tri lainnya, yakni Shri Hardjuno Wiwoho menambahkan bahwa, dana talangan ini juga sebenarnya bukan berasal dari APBN.

Dana tersebut berasal dari dana pungutan reboisasi Kementerian Kehutanan yang dikirimkan ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) untuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) atlet Indonesia yang akan bertanding di Sea Games 1997.

"Dana talangan Rp35 miliar berasal dari dana reboisasi Kementerian Kehutanan dulu, skrg KLHK. Itu pun jadi dana swasta juga, bukan APBN. Jadi ini harus dipahami," kata dia.

Dalam hal ini, Bambang Trihatmodjo meminta pemerintah harus melihat secara objektif dalam menyelesaikan persoalan sengketa utang Sea Games 1997 tersebut.

"Kami hanya mau meluruskan pada kedudukan persoalannya. Jangan sampai terjadi kedzaliman di dalam proses penyelesaian kewajiban," pungkas Hardjuno.

Kronologi Kasus

Diketahui kasus ini bermula saat SEA Games di Jakarta pada 1997. Bambang saat itu menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games 1997. Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.

Ayah Bambang, yang kala itu menjadi Presiden RI, menggelontorkan uang Rp 35 miliar untuk konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden (Banpres). Dana tersebut adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kemensetneg.

Setelah hajatan SEA Games selesai dan Soeharto tumbang, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara ditambah bunga 5 persen per tahun. Tagihan membengkak menjadi Rp 50 miliar.

Awalnya, Sri Mulyani mencekal Bambang Trihatmodjo ke luar negeri. Bambang Trihatmodjo tidak terima dan menggugat ke PTUN Jakarta dan kalah.

Pada pengujung 2019, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menagih Bambang untuk melunasi utang itu. Namun, Bambang Trihatmodjo mengelak membayarnya dengan berbagai alasan.

"Bahwa adanya peristiwa yang dialami oleh Penggugat sejak 2017 hingga saat ini secara pribadi terkesan subjektif, tendensius terhadap pribadi Penggugat yang bersifat diskriminatif kepada Penggugat, terlanggar hak-hak asasinya sebagai warga negara Indonesia yang bebas dan bertanggung jawab, negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan," tutur Bambang Trihatmodjo dalam berkas gugatan.

Gugatan Bambang Trihatmodjo di PTUN Jakarta kandas. Di sisi lain, Bambang Trihatmodjo menggugat PT Tata Insani Mukti ke PN Jaksel dengan hasil perdamaian. "Dalam eksepsi. Menolak eksepsi tergugat. Dalam pokok perkara. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya," demikian bunyi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada akhir Januari 2022.

Bambang Trihatmodjo juga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Adapun duduk sebagai ketua majelis Irfan Fachruddin dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono. Sementara itu, sebagai tergugat adalah Menteri Keuangan.

MA juga resmi menolak kasasi tersebut.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Awasi Ketat Kripto, Fokus pada Aktivitas Domestik