Rupiah Kuat sih, Tapi Bukan Tandingan Dolar Australia
Jakarta, CNBC Indonesia - Tensi geopolitik antara Rusia dengan Ukraina yang turut menyeret Amerika Serikat (AS) dan Negara Barat lainnya sedang memanas pada hari ini, Rabu (23/2). Namun, rupiah masih mampu menguat melawan dolar AS dan dolar Singapura hingga siang ini.
Hanya dolar Australia yang masih sulit ditaklukkan rupiah di bulan ini. Pagi tadi mata uang Negeri Kanguru ini sempat menguat 0,23% ke kisaran Rp 10.391/AU$ sebelum terpangkas dan berada di kisaran Rp 10.373/AU$ pada pukul 11:23 WIB.
Dolar Australia saat ini masih ditopang ekspektasi kenaikan suku bunga di tahun ini. Pasar finansial bahkan memprediksi bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) bisa menaikkan suku bunga di awal Juni, setelah di awal bulan ini sang gubernur, Philip Lowe membuka peluang kenaikan sebelum 2023.
Sikap tersebut berubah dari sebelumnya berulang kali menegaskan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga akhir 2023.
Selain itu, banyak ekonom melihat dolar Australia sangat undervalue terhadap dolar AS. Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy melihat berdasarkan kalkulasi dari indeks harga komoditas bank sentral Australia dan perbedaan suku bunga relatif di Australia dan Amerika Serikat.
"Estimasi kami fair value dolar Australia berada di kisaran US$ 0,86 (86 sen AS)," kata Mundy sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (4/2).
Saat ini dolar Australia berada di kisaran US$ 0,72, dengan demikian seharusnya bisa menguat sekitar 20% lagi untuk mencapai fair value. CBA sendiri memprediksi dolar Australia akan berada di kisaran US$ 0,80 (80 sen) di akhir tahun ini.
Sementara itu rupiah masih cukup kuat hari ini ditopang aliran modal yang masuk ke dalam negeri.
Di pasar saham investor asing masih melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 384 miliar di pasar reguler pada perdagangan sesi I. Dalam dua hari pertama pekan ini, net buy tercatat sekitar Rp 1,4 triliun, dan dalam 2 minggu sebelumnya Rp 10 triliun.
Di pasar obligasi sekunder juga terjadi hal yang sama. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan ini hingga 18 Februari aliran modal asing masuk ke pasar obligasi cukup besar, hampir Rp 14,5 triliun.
Capital inflow tersebut sekaligus membalikkan outflow sekitar Rp 4 triliun yang terjadi pada bulan Januari lalu. Dengan demikian sepanjang tahun ini (year-to-date) hingga 18 Februari lalu terjadi inflow lebih dari Rp 10 triliun di pasar obligasi.
Di pasar primer, lelang surat berharga syariah negara (SBSN) atau Sukuk Negara juga banjir peminat.
Dalam proses lelang tersebut, incoming bids yang masuk mengalami kenaikan menjadi Rp 33,5 triliun. Adapun incoming bids lelang sebelumnya yang digelar pada tanggal 8 Februari 2022 lalu, mencapai Rp 29,4 triliun.
Dari incoming bids tersebut yang dimenangkan pemerintah dalam lelang hari ini sebesar Rp 9 triliun, lebih rendah dari target indikatif yang ditetapkan pemerintah sebelumnya sebesar Rp 11 triliun.
Derasnya aliran modal tersebut mampu menjaga kinerja rupiah, dan membuatnya menguat melawan dolar AS dan Singapura, tapi masih belum mampu membuat dolar Australia melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)