Melesat Lagi! Dolar Australia Kok Makin "Ngeri" Nih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 21/02/2022 15:00 WIB
Foto: Dolar Australia (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melesat melawan rupiah pada perdagangan Senin (21/2) setelah membukukan penguatan 4 pekan beruntun. Kabar baik dari Barat membuat dolar Australia yang menyandang status risk-on currency kembali menguat.

Pada pukul 14:03 WIB, AU$ 1 berada di kisaran Rp 10.342, dolar Australia melesat 0,66% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Mata uang Negeri Kanguru ini mulai menanjak setelah bank sentralnya (Reserve bank of Australia/RBA) membuka peluang kenaikan suku bunga di tahun ini.


Beberapa ekonom melihat dolar Australia saat ini masih sangat undervalue melawan dolar Amerika Serikat (AS). Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy melihat berdasarkan kalkulasi dari indeks harga komoditas bank sentral Australia dan perbedaan suku bunga relatif di Australia dan Amerika Serikat.

"Estimasi kami fair value dolar Australia berada di kisaran US$ 0,86 (86 sen AS)," kata Mundy sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (4/2).

Saat ini dolar Australia berada di kisaran US$ 0,72, dengan demikian seharusnya bisa menguat sekitar 20% lagi untuk mencapai fair value. CBA sendiri memprediksi dolar Australia akan berada di kisaran US$ 0,80 (80 sen) di akhir tahun ini.

Ketika dolar Australia menguat melawan dolar AS, tentunya nilainya juga akan terkerek berhadapan dengan rupiah.

Gubernur RBA, Philip Lowe, sebelumnya selalu menegaskan suku bunga tidak akan naik setidaknya hingga akhir 2023, sampai inflasi mencapai target. Tetapi nyatanya inflasi justru sudah mencapai target RBA di kuartal IV-2021 lalu.

Akhirnya, dalam pengumuman kebijakan moneter di bulan Februari RBA membuka peluang kenaikan suku bunga di tahun ini, yang membuka ruang penguatan dolar Australia, mata uangnya pun terus menanjak.

Sementara itu pada hari ini dolar Australia menguat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden disebut akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Keduanya akan ditengahi Presiden Prancis Emmanuel Macron. Ini bisa terjadi asal Rusia tidak menginvasi Ukraina.

Jen Psaki, Pejabat Gedung Putih mengatakan kemungkinan pertemuan puncak antara Biden Putin hanya akan diadakan setelah pertemuan antara menteri luar negeri kedua negara, yang dijadwalkan untuk akhir pekan ini.

Psaki juga menegaskan pertemuan itu bisa terjadi jika Rusia tidak melakukan invasi ke Ukraina. Meski masih dipenuhi ketidakpastian, setidaknya pasar melihat risiko terjadinya serangan militer bisa semakin berkurang.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Euforia IPO, IHSG Pesta Pora & Tembus Level 7.000