RI-Australia Perpanjang BSCA, Kebutuhan Dolar AS Tetap Tinggi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 February 2022 13:40
Gedung BI
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia dan bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) baru saja menyepakati pembaruan perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal masing-masing negara (Bilateral Currency Swap Arrangement - BCSA). 

"Perjanjian kerja sama ini ditujukan untuk mendorong perdagangan bilateral antara Australia dan Indonesia dalam rangka pembangunan ekonomi kedua negara, khususnya untuk mendukung penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata uang lokal masing-masing negara," tulis BI dalam tulis BI dalam keterangan tertulis, Senin (21/2/2022).

Perjanjian kerja sama pertama kali disepakati pada Desember 2015 dan telah diperpanjang dengan periode waktu 3 (tiga) tahun sejak saat itu. Sesuai dengan fasilitas sebelumnya, perjanjian memungkinkan dilakukannya pertukaran dalam mata uang lokal masing-masing negara hingga senilai A$10 miliar atau Rp 100 triliun. Kesepakatan ini berlaku efektif sejak 18 Februari 2022.

Jika dilihat, nilai perdagangan Indonesia dengan Australia sebenarnya jauh lebih besar dari kesepakatan BCSA tersebut.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor non-migas Indonesia ke Australia pada tahun 2021 nyaris US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43 triliun (kurs Rp 14.300/US$), mengalami kenaikan 24% dibandingkan tahun sebelumnya. Ekspor ke Australia berkontribusi sebesar 1,37% terhadap total ekspor di tahun lalu.

Sementara itu impor dari Australia sepanjang tahun lalu tercatat sebesar US$ 8,5 miliar atau sekitar Rp 121,5 triliun, meroket 104% dari tahun 2020. Nilai tersebut berkontribusi nyaris 5% dari total impor Indonesia di tahun 2021.

Total nilai perdagangan Indonesia-Australia pada tahun lalu sekitar Rp 144,5 triliun. Jika melihat nilai perdagangan sebesar itu, dan nilai BCSA sebesar Rp 100 triliun selama 3 tahun, artinya setiap tahunnya transaksi menggunakan mata uang lokal sekitar 22% dari total perdagangan Indonesia-Australia.

Meski hanya digunakan dalam seperlima nilai perdagangan, tetapi dengan kesepakatan BCSA, kebutuhan akan dolar Amerika Serikat (AS) tentunya untuk keperluan ekspor-impor tentunya akan berkurang, sehingga bisa membantu stabilitas rupiah.

Apalagi, Bank Indonesia juga membuat kesepakatan dengan Local Currency Settlement (LCS) dengan beberapa negara lain seperti China, Malaysia, Jepang, dan Thailand.
Pada akhir tahun lalu, BI dalam paparannya menunjukkan perkembangan penggunaan LCS yang meningkat setiap tahunnya.

"Perkembangan transaksi LCS pada tahun 2021 terus menunjukkan peningkatan yang positif. Transaksi LCS tercatat sebesar US$ 15,1 juta untuk CNY/IDR," tulis BI dalam paparannya yang dikutip Jumat (24/12/2021).

Transaksi LCS di Indonesia mencapai US$ 348 juta di 2018, US$ 760 juta di 2019, US$ 800 juta di 2020, dan US$ 1,68 miliar hingga Oktober 2021.

Ke depannya, dengan semakin besar penggunaan mata uang lokal dalam bertransaksi, maka stabilitas nilai tukar rupiah akan bisa lebih terjaga.

dxyFoto: IMF

Semakin banyaknya penggunaan mata uang lokal juga berdampak pada penurunan porsi dolar AS di cadangan devisa global ke level terendah dalam 25 tahun terakhir di kuartal IV-2020. Berdasarkan laporan IMF, penurunan tersebut terjadi salah satunya yakni kebijakan bank sentral yang banyak mulai menggunakan mata uang lokal untuk transaksi bilateral.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indonesia-China Sepakat "Bakar" Dolar AS!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular