Rusia Bikin Deg-degan, Rupiah Bakal Sulit Menguat Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 21/02/2022 07:45 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mencatat penguatan 3 pekan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) minggu lalu. Mata Uang Garuda bahkan sempat menyentuh Rp 14.240/US$, level terkuat sejak 3 Januari lalu, sayangnya penguatan harus terpangkas dan berakhir di Rp 14.325/US$.

Pelaku pasar yang melihat bank sentral AS (The Fed) hanya akan menaikkan suku bunga 25 basis poin di bulan Maret membuat rupiah mampu menguat. Ekspektasi tersebut berubah daru sebelumnya 50 basis poin. Berdasarkan data dari CME Group pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 64,4% suku bunga akan dinaikkan sebesar 25 basis poin, pada pekan lalu probabilitasnya bahkan mencapai 100%.

Tetapi situasi di Eropa Timur yang kembali tereskalasi membuat rupiah memangkas penguatannya pada pekan lalu. Perkembangan situasi tersebut masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah pada perdagangan Senin (21/2), bahkan sepanjang pekan ini.


Presiden AS, Joe Biden, pada Jumat pekan lalu mengatakan Rusia kemungkinan akan menginvasi Ukraina dalam beberapa hari ke depan. Prediksi tersebut diucapkan setelah mendapat informasi intelijen yang berhasil dicegat, menunjukkan para jenderal Rusia diberi perintah memobilisasi pasukannya untuk melakukan invasi.

"Kami punya alasan untuk percaya Rusia berencana menyerang Ukraina di pekan depan, dalam beberapa hari ke depan. Kami percaya mereka akan menjadikan Ibukota Kiev sebagai target, kota dengan 2,8 juta orang tidak bersalah," kata Biden Jumat lalu.

Minggu kemarin, Presiden AS, Joe Biden tiba-tiba membatalkan rencananya untuk batal pulang kampung ke Delaware pasca rapat dengan Dewan Keamanan Nasional. CNBC International melaporkan rapat di hari Minggu sangat jarang terjadi, begitu juga dengan berubahnya jadwal Presiden AS dalam waktu singkat menjadi hal yang tidak biasa.

Hal ini tentunya membuat pelaku pasar berhati-hati dan kurang menguntungkan bagi rupiah.

Secara teknikal, indikator Stochastic pada grafik harian yang masuk wilayah jenuh jual (oversold), membuat rupiah yang disimbolkan USD/IDR melemah dalam dua hari terakhir.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Artinya, ketika Stochastic mencapai wilayah oversold maka USD/IDR berpeluang bergerak naik, artinya pelemahan rupiah.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Mata Uang Garuda kini berada di kisaran rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/MA 200) dan MA 50 di kisaran Rp 14.315/US$ hingga Rp 14.330/US$ menjadi resisten terdekat. Jika level tersebut ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.350/US$ sebelum menuju Rp 14.380/US$.

Jika rupiah mengakhiri perdagangan di atas MA 200 maka itu akan menghidupkan lagi pola Golden Cross.

Golden Cross merupakan perpotongan antara rerata MA 50, dengan MA 200 dari bawah ke atas. MA 50 sebelumnya juga sudah memotong MA 100.

Golden Cross bisa menjadi sinyal berlanjutnya kenaikan USD/IDR yang berarti pelemahan rupiah. Dengan kata lain, Golden Cross yang muncul merupakan Death Cross (palang kematian) bagi rupiah. Artinya jika tertahan di atas MA 200 maka rupiah ke depannya berisiko melemah.

Sementara jika mampu bertahan di bawah resisten, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.300/US$. Support selanjutnya berada di kisaran Rp 14.270/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS