Penjualan Memang Ambles, Tapi Harga Properti Masih Naik Terus
Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan pasar properti Tanah Air sempat dihebohkan oleh fenomena apartemen 'hantu' di Indonesia. Terminologi tersebut digunakan untuk menggambarkan membludaknya jumlah apartemen siap huni yang masih belum dibeli oleh masyarakat.
Tingkat hunian atau okupansi apartemen sewa di DKI Jakarta terus dalam tren menurun. Dari riset Colliers, okupansi apartemen servis menurun hingga kuartal III-2021, posisi okupansinya hanya di 51% di bawah rata-rata 2020 yang mencapai 60%. Angka tersebut juga turun 6% dari kuartal sebelumnya.
Dengan kata lain hampir separuh setiap gedung rata-rata kosong tanpa penghuni.
Kondisi tersebut diperparah oleh situasi pandemi yang masih belum berakhir terutama di wilayah Jakarta maupun sekitarnya, sehingga semakin memukul sektor pasar apartemen baru maupun bekas. Akibatnya, banyak penjualan apartemen khususnya kelas mewah harganya dipangkas signifikan.
Meskipun fenomena apartemen 'hantu' semakin marak ditemukan, tidak berarti kondisi pasar perumahan di Indonesia semakin terjangkau.
Hal ini mengingat apartemen mewah yang harganya turun tersebut hanya 1% atau sekitar 2.000 unit dari total unit yang tersedia mencapai 200.000 unit. Selain itu di Indonesia sendiri jumlah apartemen jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah rumah.
Berbanding terbalik dengan fenomena apartemen 'hantu', Bank Indonesia (BI) kembali melaporkan kenaikan harga properti residensial pada kuartal IV-2021 dengan laju yang lebih cepat dari kuartal sebelumnya.
"Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer secara tahunan tumbuh meningkat pada triwulan IV 2021.
Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan IV 2021 tercatat 1,47% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,41% (yoy).
Harga properti residensial primer diprakirakan akan tumbuh lebih terbatas pada triwulan I 2022 sebesar 1,29% (yoy)," ungkap keterangan tertulis BI yang dirilis Rabu (16/2/2022).
Kenaikan ini terjadi karena penjualan pada kuartal IV tahun lalu membaik dari penyusutan 15,19% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan (yoy), penjualan kuartal terakhir tahun lalu sebenarnya masih mengalami kontraksi 11,60%, ungkap Bank Indonesia.
Berdasarkan sumber pembiayaan, hasil survei menunjukkan bahwa pengembang masih mengandalkan pembiayaan yang berasal dari nonperbankan untuk pembangunan properti residensial.
Survei tersebut juga mengungkapkan pada triwulan IV 2021, sebesar 63,33% dari total kebutuhan modal pembangunan proyek perumahan berasal dari dana internal.
Sementara itu, dari sisi konsumen, pembiayaan perbankan dengan fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama konsumen dalam pembelian properti residensial dengan pangsa mencapai 75,65% dari total pembiayaan.
(fsd/vap)