Analisis

Masih Awal Tahun, Emiten RI Ramai-Ramai Buyback Saham

Feri Sandria, CNBC Indonesia
11 February 2022 16:50
Presiden Joko Widodo Saat Peresmian Pembukaan Perdagangan BEI Tahun 2022.
Foto: Presiden Joko Widodo Saat Peresmian Pembukaan Perdagangan BEI Tahun 2022. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, banyak perusahaan publik yang memilih untuk membeli kembali saham perseroan (buyback saham).

Kondisi ini masih terus terjadi hingga awal tahun ini, di mana setidaknya terdapat 11 emiten masih dalam periode buyback saham.

Adapun dari 11 emiten tersebut, tujuh di antaranya telah melaksanakan buyback dengan total pelaksanaan Rp 2,3 triliun, seperti diungkapkan oleh Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna di Jakarta, Kamis (10/2).

Berdasarkan catatan CNBC Indonesia setidaknya terdapat 13 emiten yang sedang dan berencana melakukan buyback saham tahun ini. Berikut adalah daftar lengkapnya.

  1. Provident Agro (PALM) sebesar Rp 78,4 miliar
  2. Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) sebesar Rp 500 miliar
  3. Asuransi Multi Artha Guna (AMAG) sebesar Rp 82 miliar
  4. Kalbe Farma (KLBF) sebesar Rp 1 triliun
  5. Matahari Department Store (LPPF) sebesar Rp 500 miliar
  6. Kino Indonesia (KINO) sebesar Rp 100 miliar
  7. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) sebesar Rp 3 triliun
  8. Royal Prima Tbk (PRIM) sebesar Rp 10 miliar
  9. Nippon Indosari Corpindo (ROTI) sebesar Rp 374 miliar
  10. Medikaloka Hermina (HEAL) sebesar Rp 100 miliar
  11. Jaya Real Property (JRPT) sebesar Rp 100 miliar
  12. Adaro Energy (ADRO) sebesar Rp 4 triliun
  13. Indocement Tunggal Perkasa (INTP) Rp 3 triliun

Pembelian kembali (buyback) terjadi ketika perusahaan penerbit membayar kepada pemegang saham nilai pasar per saham dan menyerap kembali bagian kepemilikannya yang sebelumnya didistribusikan di antara investor publik dan swasta.

Kepemilikan tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk saham treasuri. Selanjutnya perusahaan dapat menyimpan saham ini, membagikan kepada eksekutif sebagai bagian dari bonus atau menjual kembali jika diperlukan.

Saham treasuri dapat ditawarkan kembali ke publik baik di pasar reguler maupun melalui pemberian program management and employee stock option plan (MESOP).

Karena perusahaan umumnya sering melakukan peningkatan modal melalui penerbitan saham seperti penawaran umum atau rights issue seperti yang lagi ramai dilakukan emiten perbankan, pembelian kembali saham mungkin tampak kontra-intuitif dan kontra-produktif bagi perusahaan yang malah memilih untuk mengembalikan uang kepada pemegang saham.

Namun, ada banyak alasan mengapa aksi korporasi ini memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, termasuk terkait konsolidasi kepemilikan hingga peningkatan rasio keuangan.

Secara sederhana, perusahaan dapat menggunakan uang yang berlebih untuk pengembangan bisnis seperti akuisisi perusahaan atau meningkatkan capex, akan tetapi jika perusahaan merasa ruang untuk tumbuh sudah sempit hal tersebut tidak akan memberikan manfaat yang signifikan.

Maka perusahaan dapat mengembalikan dana kepada investor dalam bentuk dividen atau pembelian kembali saham (buyback).

Sering kali buyback lebih diminati oleh perusahaan dibandingkan dengan pembayaran dividen langsung. Hal ini karena jika ekonomi melambat atau jatuh ke dalam resesi dan memaksa perusahaan memotong dividennya untuk penghematan, hasilnya pasti akan mengarah pada aksi jual di saham tersebut.

Namun, jika perusahaan memutuskan untuk membeli kembali sahamnya, strategi serupa seperti pemotongan dividen, harga saham kemungkinan tidak akan terlalu terdampak.

Dalam situasi lain, buyback juga dapat membuat saham lebih atraktif karena rasio keuangan khususnya laba per saham dalam meningkat bagi para pemegang saham.

Hal ini terjadi karena saham treasuri yang dibeli tidak dihitung sebagai pembagi. Hal ini pada akhirnya mampu meningkatkan harga saham perusahaan.

Selama satu dekade terakhir ketika Wall Street mengalami bull market yang berkelanjutan, perusahaan-perusahaan di sana juga sedang rajin-rajinnya melakukan buyback.

Selain itu pembelian kembali saham publik juga merupakan salah satu upaya untuk menopang harga saham tidak merosot terlalu dalam dengan menciptakan permintaan buatan (artificial demand), karena kepemilikan publik berkurang.

Alasan lain termasuk jika perusahaan merasa sahamnya undervalue, baik karena kondisi ekonomi sedang lemah atau hal lainnya, mereka dapat membeli kembali saham perusahaan di harga 'murah' dan menjualnya ketika pasar sedang baik atau investor sadar akan value sebenarnya dari perusahaan tersebut.

Meskipun terlihat menguntungkan, pembelian kembali saham juga mempengaruhi peringkat kredit perusahaan jika aksi korporasi ini dilakukan dengan meminjam uang.

Beberapa perusahaan mungkin membiayai pembelian kembali saham karena bunga pinjaman dapat dikurangkan dari perhitungan pajak. Namun, kewajiban utang menguras cadangan kas, yang krusial saat perusahaan mengalami krisis.

Untuk alasan ini, lembaga pemeringkatan memandang pembelian kembali saham yang dibiayai seperti itu secara negatif. Mereka tidak melihat peningkatan EPS atau memanfaatkan saham yang undervalue sebagai pembenaran yang baik untuk mengambil utang.

Buyback saham juga dikritisi oleh banyak ekonom dan politisi dunia sebagai alasan lambatnya investasi sektor swasta karena perusahaan memilih untuk menggunakan kelebihan dana untuk pembelian kembali saham ketimbang menginvestasikan ke riset, operasional atau kesejahteraan karyawan seperti peningkatan gaji karyawan atau program pensiun tambahan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular