Tunggu Kabar Baik dari BI, Rupiah Gasak Dolar AS!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 08/02/2022 09:10 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat rupiah tertekan di awal pekan kemarin. Tetapi di awal perdagangan Selasa (8/2), rupiah berhasil bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS). 

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.380/US$. Hingga pukul 9:07 WIB, rupiah masih bertahan di posisi tersebut. 

Kemarin, Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi persnya mengumumkan PPKM wilayah aglomerasi Jabondetabek naik menjadi level 3. Selain itu, ada Bandung Raya, Deerah Istimewa Yogyakarta dan Bali yang juga naik menjadi level 3.


Dengan PPKM yang lebih ketat, roda perekonomian tentunya kembali melambat, yang memberikan tekanan pada rupiah.

Dari dalam negeri ada data cadangan devisa yang bisa mempengaruhi pergerakan rupiah. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa di pada akhir Desember 2021 sebesar US$ 144,9 miliar, semakin tinggi cadangan devisa artinya BI punya lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah ketika mengalami tekanan.
Sehingga jika cadangan devisa naik bisa memberikan dampak positif ke rupiah.

Selain itu cadangan devisa yang meningkat bisa menjadi indikasi capital outflow yang terjadi dari pasar obligasi tidak terlalu besar, begitu juga dengan tekanan terhadap rupiah, sehingga kebutuhan untuk intervensi menjadi minim bulan lalu.

Hal ini bisa menjadi indikasi yang bagus saat bank sentral AS (The Fed) berencana menaikkan suku bunga secara agresif di tahun ini.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang bulan Januari terjadi capital outflow di pasar obligasi sebesar US$ 4 triliun. Nilai tersebut terbilang tidak terlalu besar, yang menjadi sinyal bagus jika melihat agresivitas The Fed yang bisa menaikkan suku bunga hingga 4 kali.

Sementara itu dari eksternal pelaku pasar masih menanti rilis data inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di Amerika Serikat, yang bisa memberikan gambaran seberapa besar suku bunga akan dinaikkan pada bulan Maret.

Hasil survei Reuters menunjukkan CPI bulan Januari yang akan dirilis Kamis nanti akan kembali naik menjadi 7,3% year-on-year (yoy), dari bulan sebelumnya 7%.

"Sekarang perhatian beralih ke inflasi Amerika Serikat, pasar akan menggunakan data tersebut untuk memperkirakan apakah bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan 25 basis poin atau 50 basis poin pada bulan depan," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions, sebagaimana diwartakan CNBC International, Senin (7/2).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS