Awal Pekan Rupiah Langsung Liar, Ada Apa nih?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah bergerak liar melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (7/2), setelah pada pekan lalu sukses mencatat penguatan tipis sekaligus mengakhiri pelemahan 2 minggu beruntun. Jebloknnya indeks dolar AS membantu rupiah menguat, tetapi isu mengenai kenaikan suku bunga di AS masih membuat pasar mata uang berfluktuasi.
Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan melemah tipis 0,01%, setelahnya sempat menguat 0,13% ke Rp 14.360/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Tetapi tidak lama, rupiah kembali ke zona merah, melemah 0,08% ke Rp 14.390/US$ pada pukul 9:11 WIB.
Setelah mencapai level tertinggi 19 bulan, sepanjang pekan lalu indeks dolar AS justru jeblok lebih dari 1,8%. Data tenaga kerja Amerika Serikat yang dirilis apik pada Jumat lalu hanya membuat indeks dolar AS naik 0,11% saja, dan pagi ini kembali turun tipis 0,04%.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat lalu melaporkan sepanjang Januari terjadi penambahan tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak 467.000 orang, jauh lebih tinggi dari prediksi Reuters sebanyak 150.000 orang.
Selain itu, data dari ADP pada hari Rabu justru menunjukkan justru terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 301.000 orang. Sehingga data tenaga kerja AS Jumat pekan lalu menjadi kejutan bagi pasar.
Selain itu, rata-rata upah per jam naik tajam, 0,7% di bulan Januari dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Januari 2021, kenaikannya tercatat sebesar 5,7%.
"Anda melihat rata-rata upah lebih tinggi dari prediksi, yang pada akhirnya akan memberikan tekanan inflasi yang lebih tinggi," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA New York, sebagaimana dilansir CNBC International.
Hal tersebut membuat pasar kini kembali mempertimbangkan kemungkinan kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Maret.
"Laporan tersebut membuat pasar kembali melihat kenaikan suku bunga 25 atau 50 basis poin di bulan Maret, saat ini pasar kembali melihat kemungkinan 50 basis poin hal tersebut membuat yield Treasury menanjak," tambah Moya.
Pada pekan lalu, indeks dolar AS jeblok setelah beberapa pejabat elit The Fed (bank sentral AS) mengesampingkan peluang kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin di bulan Maret nanti.
Pelaku pasar saat ini dikatakan sudah price in dengan kenaikan suku bunga sebesar 125 basis poin. Artinya, jika The Fed menaikkan suku bunga 4 kali di tahun ini, salah satunya harus naik 50 basis poin yang ekspektasi di Maret, dan tiga kali lagi masing-masing sebesar 25 basis poin.
Hasil survei yang dilakukan Reuters terhadap analis mata uang menunjukkan dolar AS masih akan mendominasi dalam 3 hingga 6 bulan ke depan, tetapi penguatannya tidak akan jauh dari level saat ini. Itu pun dengan asumsi The Fed menaikkan suku bunga 125 basis poin.
Untuk bisa menguat tajam di tahun ini, para analis tersebut mengatakan The Fed perlu menaikkan suku bunga lagi sebesar 62,5 basis poin. Artinya total The Fed perlu menaikkan suku bunga sebesar 187,5 basis poin agar dolar AS bisa menguat tajam.
Kemungkinan tersebut tentunya kecil yang membuat dolar AS jeblok pada pekan lalu.
Sementara itu dari dalam negeri, kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) menjadi perhatian utama.
Kemarin Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan ada tambahan 36.057 kasus baru, tertinggi sejak 6 Agustus lalu.
Meski demikian, Kementerian Kesehatan melaporkan tingkat keterisian rumah sakit secara nasional masih rendah yakni 23%. Hal ini menjadi indikasi jika virus corona varian Omicron cepat menyebar tetapi tidak menyebabkan penyakit yang parah seperti varian Delta.
Namun, pelaku pasar tetap menanti apakah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan diketatkan atau tidak.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data pertumbuhan ekonomi nasional untuk kuartal IV-2021 yang bisa memberikan dampak ke pergerakan rupiah.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air per kuartal IV-2021akan tumbuh 0,98% secara kuartalan. Secara tahunan, ekonomi diprediksi tumbuh 5,06%, jauh lebih baik dari kuartal sebelumnya yang naik 3,51%.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 diperkirakan sebesar 3,65% yang juga jauh membaik ketimbang capaian 2020 yang minus 2,07%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)