Sentimen Pasar Pekan Depan

Simak! Kabar-Kabar Ini Siap 'Menggoyang' Pasar Pekan Depan

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
06 February 2022 14:59
Bank Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Dari Data Pertumbuhan Ekonomi RI, RDG BI, sampai Inflasi AS

Selain soal dua sentimen di atas, investor juga akan menyimak deretan rilis data ekonomi sejumlah negara utama yang bisa menjadi pendorong pasar selama sepekan.

Pada Senin (7/2), dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data pertumbuhan ekonomi RI periode kuartal IV-2021.

Ekonomi Indonesia pada 2021 diperkirakan tumbuh positif, setelah tahun sebelumnya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif). Tahun ini, ekonomi Ibu Pertiwi diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi lagi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air pada Oktober-Desember 2021 tumbuh 0,98% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).

Sementara pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2021 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) adalah 5,06%. Jauh lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya yang tumbuh 3,51% yoy.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 diperkirakan sebesar 3,65%. Juga jauh membaik ketimbang 2020 yang minus 2,07%.

Pada Selasa (8/2), Bank Indonesia (BI), akan mempublikasikan posisi cadangan devisa (cadev) per Januari 2022. Menurut Tradingeconomics, posisi Cadev RI akan naik menjadi US$ 145,2 miliar per Januari dari posisi akhir Desember 2021 sebesar US$ 144,9 miliar.

Pada hari yang sama, dari Negeri Kanguru Australia akan ada rilis data indeks keyakinan konsumen per Januari 2022.

Selain itu, pada Selasa, dari Amerika Serikat (AS), akan ada rilis neraca dagang per Desember 2021 yang Tradingeconomics perkirakan akan kembali defisit menjadi US$ 83 miliar dari posisi sebelumnya minus US$ 80,2 miliar.

Kemudian, BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI selama dua hari, dari Rabu (9/2) sampai Kamis (10/2).

Sejurus dengan itu, pada Kamis (10/2), BI akan mengumumkan keputusan soal suku bunga acuan. Ekonomi yang dihimpun Tradingeconomics memperkirakan, MH Thamrin masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5%.

Sebelumnya, BI mengaku akan menjaga suku bunga acuan pada level yang rendah sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi.

"BI 7 days reverse repo rate tetap dipertahankan rendah sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (2/2/2022)

Inflasi saat ini masih rendah, yakni di bawah 2% atau di luar rentang asumsi inflasi yang diperkirakan oleh BI maupun pemerintah.

'Panasnya' Inflasi Negeri Paman Sam

Selanjutnya, pada Kamis (10/2), sekitar pukul 20.80 WIB, data yang paling ditunggu-tunggu investor seluruh dunia akan dirilis: indeks harga konsumen alias data inflasi AS per Januari 2022.

Menurut jajak pendapat Reuters, indeks harga konsumen AS untuk Januari akan naik menjadi 7,3% secara tahunan (yoy). Angka ini menjadi kenaikan terbesar sejak 1982.

Pada Desember 2021, inflasi tahunan AS menyentuh level 7%.

'Panasnya' inflasi bisa semakin mendorong bank sentral AS alias Federal Reserve (The Fed) untuk semakin bertindak agresif-salah satunya soal kenaikan suku bunga-dan pada gilirannya juga turut membuat imbal hasil (yield) Treasury AS menanjak tinggi.

Lingkungan bunga yang tinggi pada gilirannya berpotensi menjadi sentimen negatif bagi pasar saham dan ekonomi secara keseluruhan. Ini karena akan membuat biaya ekspansi korporasi meningkat yang kemudian bisa menekan laba (mungkin, dalam taraf tertentu, dengan pengecualian sektor keuangan/finansial).

Terakhir, masih dari AS, pada Jumat (12/2), bakal ada publikasi data awal soal sentimen konsumen AS per Februari yang diterbitkan Universitas Michigan.

Menurut Tradingeconomics, indeks sentimen konsumen AS akan naik menjadi 67,5. Sebelumnya, pada Januari 2022, indeks ini berada di level 67,2.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular