
Selamat, IHSG Sentuh Rekor Tertinggi Sepanjang Masa!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak menguat sepanjang pekan lalu. Dinamika IHSG searah dengan bursa saham Asia yang juga menuju ke utara.
Kemarin, IHSG ditutup di posisi 6.731,39. Naik 0,71% dibandingkan sehari sebelumnya dan menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa.
Ini membuat IHSG membukukan penguatan 1,29% secara mingguan. Pekan sebelumnya, IHSG terpangkas 1,2%.
IHSG bergerak searah dengan bursa saham Asia lainnya. Secara mingguan, indeks Nikkei 225 (Jepang) melesat 2,66%, Sensex (India) 2,53%, SETI (Thailand) 1,3%, Straits Times (Malaysia) 2,62%, dan PSEI (Filipina) 2,82%.
Tak hanya di Asia, bursa saham Amerika Serikat (AS) juga menguat. Sepanjang minggu ini, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,1%, S&P 500 1,6%, dan Nasdaq Composite 2,4%.
Halaman Selanjutnya --> Bunga Naik, Investor Tetap Getol Berburu Saham
Aura kenaikan suku bunga tidak mengurungkan minat investor untuk memborong saham. Padahal lingkungan suku bunga tinggi semestinya tidak kondusif karena akan membuat biaya ekspansi korporasi meningkat. Laba akan tertekan, dan ini tentu menjadi sentimen negatif.
Setelah bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), pekan ini giliran bank sentral di Eropa yang naik panggung. Bank sentral Zona Euro (ECB) memang belum menaikkan suku bunga acuan. Namun Presiden Christine Lagarde menyampaikan pesan yang bernada hawkish.
"Inflasi sepertinya akan bertahan di level tinggi dalam periode yang lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Dibandingkan dengan perkiraan Desember, risiko inflasi lebih bersifat upside dan mungkin akan bertahan dalam waktu dekat," papar Lagarde dalam jumpa pers usai rapat, seperti dikutip dari Reuters.
Nada atau tone ini membuat pelaku pasar beranggapan bahwa ECB siap untuk menaikkan suku bunga acuan tahun ini. "Rapat ECB ini menandai satu hal penting yaitu perubahan menjadi hawkish," ujar Carsten Brzeski, Ekonom ING, juga dikutip dari Reuters.
Sementara bank sentral Inggris (Boe) lebih agresif dengan kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 0,5%. Ini menjadi kenaikan dua bulan beruntun yang pertama sejak 2004.
Namun berbagai dinamika ini sepertinya sudah masuk dalam perhitungan pelaku pasar. Sudah priced-in, sudah ketaker, tidak ada kejutan. Oleh karena itu, investor tetap memburu aset-aset berisiko seperti saham.
"Kita melihat lingkungan yang berubah, bank sentral yang awalnya mendukung pertumbuhan ekonomi kini menjadi fokus melawan inflasi. Kita sudah tahu itu," ujar Rob Carnell, Kepala Ekonom ING yang berbasis di Singapura, seperti diwartakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi