
Jika Perang Dunia III Pecah, Ekonomi Dunia Bakal 'Kiamat'?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Ukraina dan Rusia mencapai puncaknya saat ini, dengan Rusia menambah personel angkatan bersenjata di dekat perbatasan kedua negara memicu kekhawatiran bahwa Moskow akan melancarkan invasi. Pertikaian yang tak terselesaikan terkait kondisi geopolitik di kawasan eks Uni Soviet ini bahkan digadang-gadang bisa menjadi gerbang Perang Dunia III.
Berkaca pada dua perang dunia sebelumnya, dampak ekonomi menjadi satu hal yang sangat dirasakan, bahkan bertahun-tahun setelah perang usai. Peneliti di National Bureau of Economic Research (NBER) Hugh Rockoff memperkirakan total biaya Perang Dunia I yang ditanggung oleh Amerika Serikat sekitar (AS) US$ 32 miliar, atau 52% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Paman Sam pada saat itu.
Meskipun perang merusak modal fisik dan manusia, dampak perang terhadap PDB per kapita tidak dapat disimpulkan secara jelas. Ambiguitas ini pada dasarnya disebabkan oleh cara penghitungan pendapatan nasional di mana memproduksi senjata dan amunisi dihitung secara positif, sementara angka kematian dan hancurnya barang dan fasilitas lain tidak dihitung sama sekali.
Di banyak negara, terutama di Amerika Utara, pertumbuhan ekonomi berlanjut dan bahkan semakin cepat selama Perang Dunia I ketika negara-negara memobilisasi ekonomi mereka untuk berperang di Eropa. Setelah perang berakhir, ekonomi global mulai menurun salah satunya juga karena mewabahnya pandemi Spanish flu yang bertanggung jawab atas penurunan produk domestik bruto global sebesar 6-8% antara tahun 1919 dan 1921.
Efek perang dunia pertama juga dirasakan bahkan satu dekade lebih setelah perang usai, setidaknya ini menurut Presiden AS yang menjabat selama Depresi Besar (Great Depression) ketika menurunnya tingkat ekonomi yang terjadi secara dramatis di seluruh dunia yang terjadi mulai tahun 1929 dan berlangsung selama sekitar 10 tahun. Dengan beberapa ekonom sepakat dengan apa yang dikatakan Presiden AS ke-31 tersebut.
Hampir dua dekade setelah meninggalkan Gedung Putih, Herbert Hoover tahu persis di mana harus menyalahkan bencana ekonomi yang menimpa kepresidenannya-dan itu bukan dia. "Penyebab utama Depresi Hebat adalah perang tahun 1914-1918," tulis mantan presiden itu dalam memoarnya tahun 1952. "Tanpa perang tidak akan ada depresi dengan dimensi seperti itu."
Menariknya memasuki perang dunia kedua, angka pengangguran di AS turun tajam menjadi 14,6% pada awal perang tahun 1938 dari semula mencapai 25% selama Depresi Besar. Bahkan setahun sebelum perang dunia berakhir, angka pengangguran di AS turun hingga 1,2%, terkecil sepanjang sejarah.
Tetapi dengan berakhirnya perang, jutaan pria dan wanita berseragam dijadwalkan untuk pulang, ekonomi negara yang berfokus pada militer belum tentu siap untuk menyambut mereka kembali, mengingat AS pada saat itu masih fokus memproduksi tank dan pesawat, bukan rumah berdinding papan dan lemari es.
Beberapa ekonom bahkan meramalkan krisis baru pengangguran massal dan inflasi tinggi, dengan alasan bahwa bisnis swasta tidak mungkin menghasilkan sejumlah besar modal yang diperlukan untuk melakukan shifting ekonomi secara cepat selama masa damai.
Tetapi sejarah membuktikan bahwa para pesimis salah besar. Sebagian besar veteran yang kembali dari medan perang tidak kesulitan mencari pekerjaan sama sekali.
Didorong oleh permintaan konsumen yang meningkat, serta perluasan kompleks industri militer yang terus berlanjut saat Perang Dingin, Amerika Serikat mencapai puncak kemakmuran baru di tahun-tahun setelah Perang Dunia II.
Akhir perang dunia kedua juga menandai awal dari periode pertumbuhan yang luas bagi Eropa dan negara-negara lain. Selama paruh kedua abad ke-20, Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang mengalami kemajuan yang luar biasa. bahkan PDB per kapita di Eropa meningkat tiga kali lipat pada paruh kedua abad kedua puluh setelah perang. Pascaperang AS juga memperkenalkan diri sebagai negara adidaya global.
Meskipun terkesan terjadi keajaiban ekonomi selama perang dunia, perlu dicatat bahwa selama perang dunia pertama diperkirakan 20 juta penduduk dunia mati. Lebih parah lagi, selama perang dunia kedua 70-85 juta orang diperkirakan mati atau setara dengan 3% populasi dunia saat itu (2,3 miliar penduduk).
Total kematian tersebut terdiri dari 50-56 juta jiwa meninggal akibat dampak langsung selama perang dunia, dengan 19-28 juta lainnya dari kelaparan dan penyakit yang ditimbulkan oleh perang.
Halaman Selanjutnya --> Apa Dampak Ekonomi Jika Perang Dunia III Pecah?
