Wah! Manajer Investasi Sarankan Kurangi Alokasi Aset Saham

Feri Sandria, CNBC Indonesia
03 February 2022 14:15
JP Morgan
Foto: Ist/Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajer investasi atawa fund manager aset di kancah global mulai sedikit mengurangi eksposur yang direkomendasikan atas aset berisiko diganti dengan kepemilikan obligasi karena bersiap menghadapi volatilitas yang lebih besar di pasar keuangan yang disebabkan oleh inflasi yang tak kunjung reda dan bank sentral yang diperkirakan semakin agresif.

Menurut jajak pendapat Reuters, para responden yang merupakan fund manager merekomendasikan pemangkasan untuk lokasi ekuitas (saham) menjadi rata-rata 50,1% dari model portofolio global, turun dari porsi 50,3% pada bulan sebelumnya.

Rekomendasi untuk kepemilikan obligasi naik dengan jumlah yang sama menjadi 39,3% dari portofolio global yang seimbang, dengan alokasi untuk uang tunai, properti, dan investasi alternatif masing-masing stabil di angka 3,6%, 1,3% dan 5,7%.

Kekhawatiran bahwa bank sentral menjadi lebih hawkish dan meningkatnya ketegangan geopolitik nyaris menyeret indeks ekuitas MSCI All Country World Indeks (ACWI) ke ambang Januari terburuk sejak 2008 tetapi pendapatan perusahaan AS yang lebih baik membantu menutup beberapa kerugian. MSCI ACWI sendiriadalah indeks ekuitas internasional, yang melacak saham dari 23 negara maju dan 25 negara berkembang.

Laporan pendapatan yang bagus membuat Nasdaq mampu mengakhiri Januari sedikit lebih baik - koreksi 8,99% - setelah nyaris menghindari pembukaan tahun terburuk sepanjang masa di tahun 2008 ketika jatuh 9,89%. Indeks S&P 500 juga mencatatkan kinerja bulanan terburuk sejak awal pandemi Maret 2020 dan kinerja awal tahun 2022 ini juga tercatat sebagai terlemah pada bulan Januari sejak krisis keuangan global tahun 2009.

Sementara itu, bank sentral AS bersiap untuk menaikkan suku bunga pada bulan Maret. Beberapa Bank sentral lain juga sudah mulai melakukan pengetatan kebijakan moneter dan akan mengikuti langkah The Fed setelah bertahun-tahun membagikan 'uang kaget' dalam bentuk stimulus darurat terkait pandemi.

"Ini bukan saatnya untuk menambah risiko, tetapi untuk tetap berpegang pada [pedoman utama]. Volatilitas ekuitas meningkat dan akan tetap lebih tinggi karena pasar akan menilai kembali jalur inflasi dan respons bank sentral. Pengembalian ekuitas satu digit pada tahun 2022 adalah base case kami," kata Matteo Germano, kepala multi-aset di Amundi, dilansir Reuters.

Koreksi harga aset bulan lalu terjadi karena inflasi melonjak hampir di mana-mana.

"Inflasi yang lebih tinggi dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi akan mengurangi pendapatan ekuitas. Setelah beberapa dekade [relatif aman], kembalinya inflasi yang tinggi berarti investor perlu mengubah pola pikir mereka," tambah Germano.

"Memainkan putaran pasar yang sedang berlangsung akan menjadi yang terpenting untuk menghasilkan pengembalian."

Fund manager sekarang melihat risiko teratas untuk posisi portofolio mereka adalah inflasi yang lengket dan seberapa agresif Fed menaikkan suku bunga.

Hal tersebut mulai menggantikan kekhawatiran investor terhadap coronavirus dan variannya, risiko yang hadir secara konsisten sepanjang pandemi.

Perusahaan asal Amerika Serikat yang bergerak di sektor finansial dengan dana kelolaan (assets under management) terbesar di dunia, BlackRock, menyebutkan lebih menyukai investasi di pasar ekuitas daripada pendapatan tetap di tahun mendatang karena laju inflasi diperkirakan akan bertahan di atas tingkat pra-pandemi.

"Kami melihat inflasi menetap di atas tren pra-Covid - kita akan hidup dengan inflasi," tulis BlackRock dalam laporan 2022 Global Outlook.

"Sebagai hasilnya, kami lebih menyukai ekuitas daripada pendapatan tetap, tetapi telah melonggarkan pengambilan risiko kami mengingat berbagai hasil potensial pada tahun 2022."

Kepala Strategi Investasi BlackRock Global Wei Li mengatakan tahun depan ekuitas diharapkan kembali naik, sementara obligasi akan mengalami penurunan lagi di tahun 2022. Dia juga menambahkan bahwa jarang sekali terjadi penurunan dalam dua tahun berturut-turut.

Meski demikian, hanya sedikit kenaikan yang diperkirakan untuk saham di tahun mendatang karena "pertumbuhan melambat, bank sentral mulai normal, kemungkinan puncak pertumbuhan laba, dan potensi pendapatan yang mengecewakan," kata Outlook tersebut.

BlackRock mengatakan telah mengubah obligasi pemerintah Eropa menjadi "underweight" dari semula netral, memprediksi yield akan mengarah lebih tinggi sementara harga pasar saat ini menunjukkan tidak ada perubahan substantif dalam kebijakan moneter selama beberapa tahun.

Terkait obligasi lain, BlackRock mengatakan "firmly underweight" terhadap surat utang negeri Paman Sam.

Untuk aset China, baik itu ekuitas maupun surat utang, tampak lebih cerah dalam waktu dekat dan memberikan skor "overweight".

"Kebijakan moneter yang berpotensi lebih rileks di samping stabilitas relatif suku bunga dan potensi pendapatan, mencerahkan daya tarik mereka," tulis BlackRock

Terkait investasi di pasar ekuitas China, BlackRock menyebutkan bahwa mereka mengharapkan tindakan keras dari pemerintah China akan bertahan tetapi tidak semakin intens.

"Kami berharap regulasi yang lebih ketat di China akan tetap ada, tetapi kami pikir itu tidak mungkin meningkat pada tahun yang signifikan secara politik pada 2022 mengingat pertumbuhan yang melambat," tambahnya.

Terakhir, terkait investasi ekuitas di negara pasar berkembang (emerging market), BlackRock memberikan skor netral.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular