The Fed Bakal Super Agresif, Rupiah Cuma Melemah 0,24%
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kebijakan moneternya dini hari tadi. Bank sentral paling powerful di dunia ini mengindikasikan akan agresif dalam menormalisasi kebijakan moeternya. Alhasil rupiah mengalami tekanan.
Meski demikian, pelemahan rupiah masih biasa saja, tidak ada gejolak berlebihan. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan Kamis (27/1) dengan melemah 0,14%, setelahnya sempat stagnan di Rp 14.350/US$.
Namun setelahnya, rupiah kembali masuk ke zona merah dan tertahan hingga akhir perdagangan. Pelemahan rupiah hari ini tercatat 0,24% ke Rp 14.385/US$.
Semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini, tetapi pelemahan rupiah menjadi salah satu yang terkecil. Rupiah hanya kalah dari peso Filipan dan yen Jepang.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:00 WIB.
The Fed dini hari tadi mengindikasi akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, dan kemungkinan besar di bulan Maret.
"Dengan inflasi jauh di atas 2% dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) memperkirakan akan tetap untuk segera menaikkan rentang target suku bunga (Federal Funds Rate/FFR)," tulis pernyataan The Fed.
Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, The Fed membabat suku bunganya hingga menjadi 0% - 0,25%. Dengan pengumuman kali ini, pasar semakin yakin FFR akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% di bulan Maret.
Tidak hanya itu, The Fed juga diperkirakan bisa menaikkan suku bunga lebih dari 3 kali di tahun ini melihat pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell yang menyebut inflasi masih berisiko meninggi.
"Risiko inflasi masih naik dalam pandangan FOMC begitu juga dengan pandangan pribadi saya. Ada risiko cukup besar inflasi yang kita alami saat ini akan berlangsung dalam waktu yang lama. Ada juga risiko inflasi akan semakin tinggi. Kami harus berada pada posisi di mana kebijakan moneter bisa mengatasi semua kemungkinan yang ada," kata Powell dalam konferensi pers usai pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir CNBC International.
Bank investasi ternama, Goldman Sachs sudah memprediksi Jerome Powell akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.
Tidak hanya mengerek suku bunga, The Fed juga mengkonfirmasi akan mengurangi nilai neracanya (balance sheet) di tahun ini.
Dalam pernyataannya dini hari tadi, The Fed mengatakan pengurangan nilai neraca bisa dilakukan setelah suku bunga dinaikkan dan itu akan dilakukan "dengan cara yang dapat diprediksi".
Ketua The Fed juga mengkonfirmasi akan mengurangi nilai neracanya, tetapi tidak menyebutkan waktu yang spesifik.
"Neraca secara substansial lebih besar dari seharusnya. Perlu dilakukan pengurangan secara substansial dan itu akan memerlukan waktu. Kami ingin proses tersebut dilakukan dengan teratur dan dapat diprediksi," kata Powell.
Sementara itu Goldman Sachs sebelumnya memprediksi The Fed akan mengurangi neracanya yang saat ini nyaris US$ 9 triliun sebesar US$ 100 miliar per bulan.
Pengurangan tersebut diperkirakan akan dimulai pada bulan Juli dan akan berlangsung selama dua hingga dua setengah tahun, yang membuat neraca The Fed nantinya senilai US$ 6.1 triliun hingga 6.6 triliun.
Langkah The Fed kali ini jauh lebih agresif ketimbang normalisasi yang dilakukan pasca krisis finansial global 2008. Saat itu The Fed mengumumkan tapering pada pertengahan 2013, kemudian baru melakukan di awal 2014 dan berakhir pada bulan Oktober 2014.
Setelahnya suku bunga baru dinaikkan pada Desember 2015. Artinya, ada jeda lebih dari satu tahun, begitu juga dengan pengurangan nilai neraca yang mulai dilakukan pada 2018.
Kali ini, The Fed sangat amat lebih agresif, tapering akan selesai pada bulan Maret dan suku bunga kemungkinan dinaikkan saat itu juga, begitu juga neraca yang kemungkinan akan dikurangi di waktu yang sama.
"The Fed berencana mengurangi nilai neracanya setelah suku bunga mulai dinaikkan, pengumuman tersebut mengindikasikan hal itu bisa dilakukan pada rapat kebijakan moneter di bulan Maret, yang sedikit lebih hawkish dari perkiraan kami," kata Michael Pearce, ekonom senior di Capital Economics.
Melihat agresivitas tersebut, pelemahan rupiah 0,24% bisa dibilang cukup bagus, meski ada kemungkinan mendapat batuan dari intervensi Bank Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)