Negara Tetangga 2 Kali Ketatkan Kebijakan Moneter, BI Nyusul?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 January 2022 16:10
Gubernur BI Perry Warjiyo Saat Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Desember 2021. (
Foto: Gubernur BI Perry Warjiyo Saat Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Desember 2021. (Tangkapan Layar via Youtube Bank Indonesia)

Sementara itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu juga memberikan kejutan. BI BI memberikan kejutan dengan mulai menaikkan Giro Wajib Minum (GWM) secara bertahap pada Maret, Juni dan September hingga menjadi 6,5% dari saat ini 3,5%. Kebijakan ini tentu akan mengurangi likuiditas di perbankan.

Kenaikan GWM tiga kali pada 2022, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, diperkirakan 'menyedot' likuiditas sekitar Rp 200 triliun dari sistem perbankan. Jumlah itu diyakini masih bisa membuat perbankan punya ruang untuk 'bernapas', sebab likuiditas saat ini dikatakan masih sangat longgar.

Cheng Hoon Lim, Indonesia Mission Chief, Asia and Pacific Department, IMF dalam konferensi pers Rabu (26/1) mengatakan kenaikan GWM merupakan langkah awal pengetatan moneter yang dilakukan BI untuk mengantisipasi normalisasi kebijakan yang akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed).

"Jadi kami pikir ini adalah langkah pertama menuju normalisasi sistem perbankannya untuk mengantisipasi pengetatan Fed," pungkasnya.

Menurut Cheng, Indonesia berada dalam posisi yang kuat dalam menghadapi pengetatan moneter The Fed.

"Posisi eksternal Indonesia sangat kuat. Jadi ketika Fed melakukan pengetatan, kami tidak melihat aliran modal keluar yang signifikan. Karena transaksi berjalan sangat kuat," kata Chen.

Transaksi berjalan Indonesia tercatat surplus US$ 4,5 miliar atau sekitar 1,5% dari produk domestik bruto (PDB) di kuartal III-2021. Hal ini berbeda dibandingkan 2013 dimana kondisi eksternal Indonesia sangat rapuh.

Kemudian keberadaan asing di dalam negeri, seperti pasar surat berharga negara (SBN) sangat kecil. Kini hanya berkisar 20%, sedangkan sebelum pandemi covid-19 bisa mencapai di atas 30% dan lebih dari 40% di tahun 2013.

Cheng menyampaikan, kini adalah waktu yang tepat bagi Indonesia mulai menormalkan kembali kebijakannya. Termasuk bagi Bank Indonesia (BI) yang kebijakannya sangat longgar dalam dua tahun terakhir.

"Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk secara bertahap menormalkan kebijakannya dan secara bertahap menyesuaikan sikap moneternya ketika Fed mengetatkan," ujarnya.

TIM RISET CNBC INDONSESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular