
Ajaib! Rupiah Menguat Tajam Saat Kabar Buruk Bertebaran

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Rabu (26/1) setelah membukukan pelemahan tipis-tipis dalam dua hari terakhir. Mengingat sentimen negatif datang daru segala penjuru, ada kemungkinan penguatan rupiah terjadi akibat intervensi dari Bank Indonesia (BI).
Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melesat 0,35% ke Rp 14.300/US$. Sayangnya tidak berselang lama penguatan rupiah terpangkas dan berada di Rp 14.330/US$ atau menguat 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Dari luar negeri, jebloknya bursa saham AS (Wall Street) sebenarnya menjadi pertanda buruk bagi rupiah. Jebloknya Wall Street menjadi indikasi sentimen pelaku pasar sedang memburuk, dan dalam kondisi tersebut dolar AS yang menjadi pilihan karena menyandang status aset aman (safe haven).
Sektor teknologi lagi-lagi menjadi sasaran aksi jual, indeks Nasdaq jeblok hingga 2,35 pada perdagangan Selasa. Di awal pekan, Nasdaq bahkan sempat ambrol hingga nyaris 5% sebelum berbalik menguat 0,6%. Sepanjang bulan ini, Nasdaq sudah ambrol lebih dari 13%.
Hal yang sama juga menimpa indeks S&P 500, sepanjang bulan ini sudah merosot 8,6%. Indeks Dow Jones juga tidak lepas dari kemerosotan, meski paling kecil diantara yang lainnya. Sepanjang bulan ini Dow Jones turun 5,6%.
Jebloknya Wall Street bisa menjadi indikasi kekhawatiran pelaku pasar akan bank sentral AS (The Fed) yang akan sangat agresif dalam mengetatkan kebijakan moneternya.
The Fed akan mengumumkan kebijakan moneternya dalam waktu kurang dari 24 jam, dan bisa memberikan dampak yang signifikan ke pergerakan rupiah besok.
Semakin memperburuk sentimen, ketegangan di perbatasan Ukraina kembali tereskalasi.
Rusia masih menempatkan lebih dari 100.000 pasukan di perbatasan Ukraina. Hal ini membuat negara-negara barat protes keras, karena menilai Rusia sedang bersiap untuk melakukan invasi di wilayah eks Uni Soviet tersebut. AS balas menggertak dengan menyiagakan 8.500 personel angkatan bersenjata untuk diterjunkan ke Eropa sewaktu-waktu.
Sementara itu dari dalam negeri, kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali mengalami penambahan yang signifikan.
Kemarin, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan ada tambahan 4.878 kasus konfirmasi positif, tertinggi dalam lebih dari 4 bulan terakhir, tepatnya sejak 11 September lalu.
DKI Jakarta membukukan tambahan kasus harian terbanyak yakni 2.190, sehingga kemungkinan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bakal dinaikkan semakin besar. Kenaikan status menjadi level 3 bisa terjadi pekan depan, dan tentunya memberikan sentimen negatif bagi rupiah.
Sentimen negatif dari luar dan dalam negeri tersebut seharusnya memberikan tekanan bagi rupiah, tetapi nyatanya malah mampu menguat tajam. Bank Indonesia kemungkinan melakukan intervensi guna menstabilkan rupiah jelang pengumuman kebijakan moneter The Fed.
BI memiliki cukup banyak melakukan intervensi. Cadangan devisa di bulan Desember tercatat sebesar US$ 144,9 miliar, yang bisa digunakan untuk melakukan triple intervention, yakni intervensi di pasar Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), di pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
