Jangan Unit Link! Ini Investasi yang Cucok Meong Buat Pemula

Market - Putra, CNBC Indonesia
25 January 2022 13:44
Ilustrasi Investasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) Foto: Ilustrasi Investasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produk asuransi unit link sedang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Penyulutnya adalah aksi para nasabah yang sampai rela menggeruduk kantor asuransi Prudential, AIA dan AXA Mandiri.

Mereka mengaku telah menjadi korban miss-selling dari produk asuransi yang digabung dengan investasi ini. Salah satu yang menjadi kelemahan utama investasi unit link adalah time frame investasi yang long term karena sejatinya unit link adalah produk asuransi bukan investasi.

Hal ini terjadi karena adanya biaya akuisisi yang besar (>100% premi) untuk beberapa periode (biasanya 5 tahun) membuat return dari investasi baru bisa dinikmati setelah bertahun-tahun membayar premi.

Kondisi tersebut, membuat berinvestasi di produk unit link memiliki likuiditas yang cenderung rendah karena tak bisa dicairkan sewaktu-waktu.

Bagi seseorang yang sedang merencanakan keuangannya namun memiliki concern terkait likuiditas sebenarnya tidak terlalu cocok untuk memilih salah satu instrumen investasi yang digabung dengan proteksi ini.

Dalam financial planning asuransi merupakan hal yang penting karena memberikan proteksi dari berbagai risiko finansial yang mungkin datang sewaktu-waktu seperti sakit, cacat hingga meninggal.

Oleh sebab itu asuransi tetap dibutuhkan. Hanya saja, alangkah lebih bijak jika asuransi dikembalikan ke fitrahnya sebagai proteksi bukan untuk investasi.

Jika ingin berinvestasi untuk menumbuhkan aset, seorang pemula lebih baik memutarkan uangnya ke instrumen lain yang jauh lebih likuid. Langkah awal memulai perjalanan investasi sebenarnya hanya dua bagi pemula yaitu kenali profil risiko pribadi dan pilih instrumen yang cocok.

Bagi yang tidak punya pengalaman dan kurang percaya diri, tetap ada alternatifnya yaitu reksadana. Seseorang yang membeli reksadana berarti secara langsung memilih dananya di kelola secara profesional oleh Manajer Investasi (MI).

Sebenarnya untuk kasus unit link juga tak jauh berbeda dimana uang yang dititipkan nasabah akan diputar oleh pihak penyedia asuransi ke instrumen keuangan berimbal hasil.

Akan tetapi jika dibandingkan dengan unit link yang harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa cuan, berinvestasi lewat reksadana bisa segera dinikmati hasilnya karena biaya yang harus dikeluarkan lebih rendah dan tidak ada biaya akuisisi.

Tidak seperti biaya akuisisi yang cenderung mahal, biaya dalam pembelian reksadana secara umum sangat kecil yaitu biaya pembelian unit penyertaan (subscription fee), biaya penjualan kembali unit penyertaan (redemption fee), biaya pengalihan unit atau switching jika ingin mengganti produk (switching fee), biaya jasa pengelolaan dana (management fee), dan terakhir biaya transfer bank jika bank yang dimiliki berbeda dengan bank kustodian produk reksadana.

Secara total biayanya tak sampai 5% dan tergantung pada jenis reksadana yang dipilih. Produk reksadana juga bermacam-macam dan bisa disesuaikan dengan selera risiko investor mulai dari yang risikonya rendah seperti pasar uang, menengah seperti reksadana pendapatan tetap dan campuran hingga risiko tinggi seperti reksadana saham.

Sementara itu bagi mereka yang ingin belajar sendiri mengelola investasinya namun memiliki profil risiko rendah ke moderat bisa memilih instrumen obligasi pemerintah. Beberapa obligasi pemerintah yang disediakan untuk investor ritel meliputi Saving Bond Ritel (SBR) dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI).

SBR dan ORI punya fitur yang berbeda. SBR seperti namanya didesain seperti tabungan tetapi dengan tingkat kupon yang mengambang seperti mengikuti suku bunga acuan. Layaknya tabungan SBR tidak bisa diperdagangkan.

Fitur bisa tidaknya diperdagangkan adalah pembeda antara ORI dan SBR. ORI bisa diperdagangkan di pasar sekunder sehingga ada biaya transaksinya. Namun ORI memiliki kupon tetap (fixed rate) hingga jatuh tempo.

Kedua obligasi pemerintah tersebut juga memiliki tenor yang pendek biasanya 2-3 tahun. Modal untuk membeli SBR dan ORI juga terbilang terjangkau karena minimal pembelian hanya Rp 1 juta.

Pada SBR dan ORI dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 15% dan 10% yang tentunya masih lebih menarik dari pajak deposito yang mencapai 20%.

Sementara itu untuk seseorang dengan risk appetite tinggi bisa memilih instrumen investasi berupa saham yang cenderung high risk and high return. Untuk investasi saham biaya yang dikenakan adalah biaya broker, pajak penjualan, biaya broker, serta Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen yang diterima.

Well, itu tadi beberapa jenis aset keuangan yang lebih cocok untuk dijadikan sarana investasi tanpa harus dikenakan biaya yang besar seperti pada kasus produk unit link serta waktu balik modal yang harus menunggu sampai bertahun-tahun akibat dari biaya tinggi tadi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000


(trp/trp)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading