Awas RI Terguncang! Fed Bisa Kerek Suku Bunga Hingga 7 Kali
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) akan mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini yang akan menjadi perhatian utama. Maklum saja, kebijakan moneter The Fed bisa memberikan dampak yang signifikan tidak hanya ke pasar finansial tetapi juga perekonomian global, tidak terkecuali Indonesia.
The Fed di pekan ini memang diprediksi belum akan merubah kebijakannya, tetapi bisa memberikan kejelasan seberapa agresif akan mengetatkan kebijakan moneternya di tahun ini.
Dalam notula rapat kebijakan moneter edisi Desember yang dirilis awal bulan ini terungkap tidak hanya akan mengerek suku bunga sebanyak 3 kali di tahun ini, The Fed juga kemungkinan akan mengurangi nilai neracanya (balance sheet).
Bank investasi ternama, Goldman Sachs bahkan memprediksi Jerome Powell dan kolega bisa bertindak lebih agresif lagi.
Analis dari Goldman Sachs melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di AS saat ini berada di level 7% year-on-year (YoY) pada bulan Desember. Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Juni 1982.
"Prediksi dasar kami The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di bulan Maret, Juni, September dan Desember. Tetapi Kami melihat risiko The Fed ingin menaikkan suku bunga di setiap pertemuan sampai proyeksi inflasi berubah," kata David Mericle, ekonom di Goldman Sachs kepana nasabahnya yang dikutip CNBC International, Minggu (23/1).
Melihat jumlah pertemuan The Fed sebanyak 8 kali di tahun ini, dan seandainya suku bunga mulai dinaikkan bulan Maret, artinya ada kemungkinan suku bunga bisa dinaikkan sebanyak 7 kali, jika melihat risiko yang dipaparkan Goldman Sachs.
Agresivitas The Fed juga diperkirakan akan terjadi dalam pengurangan nilai neracanya. Goldman memprediksi The Fed akan mengurangi necaranya yang saat ini nyaris mencapai US$ 9 triliun sebesar US$ 100 miliar per bulan.
Pengurangan tersebut diperkirakan akan dimulai pada bulan Juli dan akan berlangsung selama dua hingga dua setengah tahun, yang membuat neraca The Fed nantinya senilai US$ 6.1 triliun hingga 6.6 triliun.
Pengurangan nilai neraca artinya The Fed akan melepas kepemilikan obligasinya (Treasury), sehingga likuiditas akan terserap.
Dengan tingkat agresivitas seperti itu, risiko terjadinya capital outflow dari pasar obligasi Indonesia tentunya semakin besar, yang bisa berdampak pada terguncangnya perekonomian.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Begini Ngerinya Normalisasi Kebijakan The Fed Bagi Indonesia
(pap/pap)