Awas RI Terguncang! Fed Bisa Kerek Suku Bunga Hingga 7 Kali

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 January 2022 13:50
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Langkah The Fed kali ini jauh lebih agresif ketimbang normalisasi yang dilakukan pasca krisis finansial global 2008. Pada pertengahan 2013, The Fed mulai mewacanakan normalisasi kebijakan moneter dengan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).

Tapering pada akhirnya dimulai awal 2014 dan selesai di bulan Oktober 2014. Setelahnya suku bunga baru dinaikkan pada Desember 2015. Artinya, ada jeda lebih dari satu tahun, begitu juga dengan pengurangan nilai neraca yang mulai dilakukan pada 2018.

Kali ini, The Fed sangat amat lebih agresif, tapering akan selesai pada bulan Maret dan suku bunga kemungkinan dinaikkan saat itu juga. Sementara neraca kemungkinan mulai dikurangi bulan Juli, sebagaimana prediksi Goldman Sachs.

Di tahun 2013, The Fed mengumumkan tapering pada bulan Juni, dan berdampak pada pelemahan rupiah hingga tahun 2015 akibat terjadinya capital outflow dari pasar obligasi yang masif.

idrFoto: Refinitiv
idr

Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ kemudian terus melemah hingga mencapai puncaknya pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.

Jebloknya kinerja rupiah berdampak besar dan buruk bagi Indonesia. Inflasi menjadi meroket hingga ke atas 8%.

Inflasi yang tinggi pun memakan korban, daya beli masyarakat menurun yang pada akhirnya berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi.

pdb

Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% year-on-year (YoY). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, PDB Indonesia sulit kembali ke atas 5%.

Dampak normalisasi kebijakan moneter The Fed beberapa tahun lalu tersebut bisa menjadi gambaran risiko yang akan dihadapi Indonesia saat Jerome Powell dan kolega mulai mengerek suku bunga di tahun ini. Seberapa agresif kenaikan akan dilakukan kemungkinan bisa diketahui lebih jelas pada pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari nanti.

Rencana The Fed menormalisasi kebijakan moneternya juga mendapat perhatian dari Dana Moneter International (IMF). 

Direktur pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve System (The Fed) dapat "menyiram air dingin" pada pemulihan ekonomi di negara-negara tertentu. Kenaikan suku bunga AS dapat memiliki implikasi signifikan bagi negara-negara dengan tingkat utang dalam mata uang dolar yang lebih tinggi.

Dia mengatakan sangat penting untuk The Fed mengkomunikasikan rencana kebijakannya untuk mencegah "kejutan". Suku bunga yang lebih tinggi dapat memicu penguatan dolar AS yang akan membuat negara-negara menjadi lebih mahal untuk membayar utang berdenominasi dolar AS. 

Hal ini tersebut tentunya juga berlaku di Indonesia, beban pembayaran utang bisa membengkak jika nilai tukar rupiah terpuruk di tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular