
Efek Kebijakan BI Cuma Sehari, Dolar Singapura Menguat Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memberikan kejutan dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis kemarin yang membuat rupiah perkasa. Dolar Singapura yang sebelumnya mampu menguat berbalik melemah, tetapi pada hari ini, Jumat (21/1) kembali menanjak lagi.
Pada pukul 10:34 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.654,98, dolar Singapura menguat 0,17% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, dolar Singapura sempat menguat ke Rp 10.669/SG$ yang merupakan level tertinggi sejak 30 Agustus, sebelum berbalik melemah 0,1% setelah BI mengumumkan kebijakan moneter.
BI dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini memutuskan bakal mulai menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap hingga akhir kuartal III-2022. Kebijakan ini tentu akan mengurangi likuiditas di perbankan.
Pada tahap pertama, GWM akan naik 150 basis poin (bps) menjadi 5% dengan pemenuhan harian 1% pada 1 Maret 2022. GWM Rerata ditetapkan sebesar 4%.
Kemudian pada 1 Juni 2022 GWM akan naik 100 bps menjadi 6% dengan pemenuhan harian 1%. GWM Rerata ditetapkan 5%.
Terakhir, GWM akan naik lagi sebesar 50 bps menjadi 6,5% pada September 2022 dengan pemenuhan harian 1%. GWM Rerata ditetapkan 5,5%.
Kenaikan GWM tiga kali pada 2022, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, diperkirakan 'menyedot' likuiditas sekitar Rp 200 triliun dari sistem perbankan. Jumlah itu diyakini masih bisa membuat perbankan punya ruang untuk 'bernapas', sebab likuiditas saat ini dikatakan masih sangat longgar.
Namun, Bahana Sekuritas menilai langkah BI tersebut justru menunjukkan keengganan BI mengambil langkah pengetatan. Likuiditas yang beredar memang ditarik akibat kenaikan GWM akan tetapi masih terbilang longgar bagi perbankan.
Menurut Putera, pengetatan baru dimulai ketika BI mulai membicarakan kenaikan suku bunga acuan.
"Tampaknya kenaikan GWM ditujukan untuk mengendalikan jumlah uang beredar dan inflasi jika bank mulai menyalurkan kredit, mengingat terlalu banyak likuiditas dalam sistem keuangan," tulis Bahana dalam risetnya.
Hal ini tentu berbeda dengan apa yang akan dilakukan Otoritas Moneter Singapura (MAS) yang bulan Oktober lalu sudah melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan slope $SNEER.
Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate).
Pada 14 Oktober lalu MAS menaikkan kemiringan (slope) S$NEER dari sebelumnya di dekat 0%. Sementara lebar (width) dan titik tengah (centre) masih tetap.
Slope berfungsi membuat penguatan/penurunan dolar Singapura lebih cepat/lambat. Ketika slope dinaikkan, maka dolar Singapura bisa menguat lebih cepat, begitu juga sebaliknya.
Hal yang sama juga diprediksi akan dilakukan MAS dalam waktu dekat. 12 analis yang disurvei Bloomberg memperkirakan MAS akan mengetatkan kebijakan moneternya pada bulan April.
"Kita tidak bisa mengesampingkan langkah yang lebih agresif jika inflasi terus meninggi serta dampak dari kenaikan pajak barang dan jasa," kata Chua Hak Bin, ekonom senior di Maybank Kim Eng Research, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Chua memperkirakan MAS akan menaikkan slope sebesar 50 basis poin. Sementara analis dari Citigroup, Goldman Sachs dan Nomura memprediksi kenaikan sebesar 100 basis poin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemarin Jeblok Hari Ini Ngegas, Ada Apa Dolar Singapura?
