Tahun 2022 Tidak Akan Seburuk Taper Tantrum 2013, Tapi ...
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (the Fed) sudah siap ancang-ancang akan menaikkan suku bunganya pada tahun ini. Seburuk apa dampaknya pada pasar keuangan Indonesia?
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas mengungkapkan, meski dampaknya tidak akan seburuk taper tantrum 2013 lalu, namun tetap pelaku pasar dan investor menunggu langkah mitigasi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia.
"Kami paham betul BI punya jurus triple intervention, tapi apakah itu cukup? Kami butuh aksi nyata, tindakan-tindakan yang akan dipersiapkan apabila the Fed menaikkan suku bunga," ujarnya ketika dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (18/1/2022).
Adapun strategi triple intervention dilakukan Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan sekaligus menjaga kecukupan likuiditas Rupiah.
Strategi triple intervention dilakukan melalui intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Berkaca pada taper tantrum 2013 lalu, tutur Nico, ketika the Fed mulai melakukan tapering dan menaikkan tingkat suku bunganya, Bank Indonesia merespons dengan menaikkan suku bunga (BI rate ketika itu) sebanyak enam kali.
"[Pada 2013] BI menaikkan suku bunga 6 kali, rupiah kita melemah, imbal hasil [yield obligasi] kita naik.. Indeks saham turun lebih dari 20%, kala itu," jelas Nico.
Dibandingkan dengan kondisi saat ini, lanjut Nico, harga obligasi negara babak belur 4-6 bulan terakhir dan imbal hasil obligasi nampak mulai menciptakan titik keseimbangan baru.
"Apakah tahun ini seburuk 2013? Enggak, karena kondisi ekonominya pun berbeda. Tapi, volatilitas akan tetap ada, ini yang dicermati pelaku pasar. Jangan anggap bahwa, eh ini dampaknya bisa diukur lho, terbatas lho.. Memang betul, tapi volatilitas pasar tidak bisa kita hilangkan juga," ujarnya.
Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok hingga 1,41% pada penutupan perdagangan sesi satu hari ini. Meski demikian, IHSG berhasil rebound dan ditutup melemah 0,47% ke level 6.614,059 pada penutupan perdagangan sesi dua, Selasa (18/1/2022).
Anjloknya IHSG ditengarai dipicu oleh kasus Covid-19 varian Omicron yang meningkat baik di tingkat global maupun di Indonesia. Selain itu, juga faktor the Fed yang sudah siap ancang-ancang akan menaikkan suku bunga.
Menjelang aksi the Fed tersebut, Bank of Korea sudah menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin. Sementara itu di Indonesia, keputusan terkait suku bunga akan diketahui pada Kamis ini. Bank Indonesia akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 Januari 2022.
"Bank of Korea sudah menaikkan 25 basis poin, tujuan utamanya jelas untuk menjaga premi tingkat suku bunga Korea dan US, untuk menjaga volatilitas pasar. Jelang RDG BI, ini jadi salah satu penantian pelaku pasar dan investor, sejauh mana BI bersiap," jelas Nico.
(vap/vap)