Batu Bara 'Ngamuk' Lagi, 6 Saham Energi Ini Terbang ke Langit
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham dari sektor energi (IDXENERGY), terutama yang bergerak di bisnis batu bara, cenderung diborong oleh investor sejak minggu pertama tahun ini. Hal tersebut terjadi seiring harga batu bara kembali melonjak ke atas US$ 200/ton.
Lesatan harga batu bara turut mendorong harga 6 saham energi, semuanya dari subsektor batu bara, melambung dua sampai tiga digit hingga minggu ketiga 2022. Bahkan, tiga saham peringkat teratas dari daftar 6 besar tersebut termasuk emiten pendatang baru di bursa.
Indeks saham IDXENERGY pun berhasil melesat 6,07% sejak awal tahun (year to date/ytd).
Berikut daftar 6 besar saham batu bara, termasuk jasa pengangkutan batu bara, yang melejit dua sampai tiga digit secara ytd.
Saham Sektor Energi dengan Kenaikan Tertinggi di Awal 2022
Emiten | Kode Ticker | Harga Terakhir (Rp) | YtD (%) |
Adaro Minerals Indonesia | ADMR | 770 | 670.00 |
Bintang Samudera Mandiri Lines | BSML | 392 | 102.06 |
RMK Energy | RMKE | 326 | 46.85 |
Golden Eagle Energy | SMMT | 260 | 28.71 |
TBS Energi Utama | TOBA | 1310 | 19.09 |
Bayan Resources | BYAN | 32000 | 18.52 |
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | Harga terakhir per 17 Januari 2022
Saham anak usaha emiten tambang batu bara PT Adaro Energy Tbk (ADRO), ADMR, menjadi yang paling fenomenal. Sejak 'manggung' di bursa pada 3 Januari 2022, saham ADMR sudah meroket 670/saham. Ini lantaran saham ADMR melesat selama 9 kali dan baru sekali melemah, yakni Senin kemarin (17/1).
Bahkan, lantaran pergerakan sahamnya yang liar, saham ADMR sempat masuk ke dalam kategori saham dengan pergerakan di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA) dan disuspensi oleh bursa pada Kamis pekan lalu (13/1).
Manajemen ADMR pun sudah menjelaskan kepada bursa, perseroan tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan.
"Perseroan tidak mengetahui terjadinya perubahan/pergerakan transaksi saham yang terjadi di pasar, karena hal itu murni merupakan mekanisme pasar," jelas pihak ADMR dalam keterangannya, Selasa pekan lalu (11/1).
Selain ADMR, saham 'anak baru' lainnya adalah emiten jasa pengangkutan laut batu bara dan juga nikel BSML juga ciamik. Saham BSML terbang 102,06% secara ytd.
Saham ini terus melonjak tinggi sejak melantai di bursa pada 16 Desember 2021. Dengan harga penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) Rp 117/saham, saat ini harga saham BSML sudah berada di level Rp 392/saham.
Pada Jumat minggu lalu (14/1), saham BSML juga masuk ke dalam kategori UMA karena terjadi kenaikan harga saham di luar kebiasaan.
Tidak ketinggalan, saham emiten penyedia jasa logistik batubara RMKE juga melesat 46,85% sejak awal tahun. Asal tahu saja, saham RMKE melantai di bursa sejak 7 Desember 2021 dengan harga IPO Rp 206/saham.
Sementara, Senin kemarin (17/1) harga kontrak batu bara Newcastle kembali melonjak 8,36% ke posisi US$ 217/ton. Ini menandai reli kenaikan selama 4 hari beruntun dan sekaligus menjadi level tertinggi sejak pertengahan Oktober 2021.
Alhasil, secara ytd, harga batu bara sudah melesat 43,00%.
Pemicu lonjakan harga batu bara tak lain adalah kebijakan larangan ekspor batu bara yang diumumkan batu-baru ini, menyusul kritisnya pasokan di dalam negeri karena tak diberlakukannya Domestic Market Obligasion (DMO).
Meski Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan pelonggaran, dan mengoreksi sikap yang diumumkan Presiden Joko Widodo sebelumnya, pasar batu bara dunia masih melihat ketakpastian karena belum adanya solusi berkelanjutan mengenai pasokan batu bara untuk pembangkit listrik di Indonesia.
Indonesia saat ini merupakan eksportir utama batu bara termal di dunia dengan volume ekspor mencapai 400 juta ton (2020), atau setara dengan 40% dari ekspor batu bara jenis pembangkit listrik tersebut yang beredar di pasar global-menurut data International Energy Agency (IEA).
Indonesia sekalipun berada di posisi keempat dunia dari sisi produksi batu bara global, saat ini menjadi net exporter terbesar batu bara termal. Dua produsen terbesar batu bara, yakni China dan India, saat ini menjadi net importer batu bara thermal.
Australia sebagai salah satu produsen batu bara utama dunia mengekor Indonesia dengan ekspor batu bara termal sebanyak 213 juta ton, sementara Amerika Serikat (AS) justru mengimpor batu bara termal dari Indonesia, sebanyak 600.000 ton (2020).
Dengan strategisnya posisi batu bara nasional tersebut, larangan impor batu bara per Januari saja menurut proyeksi Tim Riset CNBC Indonesia bisa memangkas 30 juta pasokan batu bara di dunia.
Tidak heran, harga batu bara dunia meroket mengikuti kabar larangan ekspor Indonesia.
batu baTIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)