Hawa Tak Sedap dari Barat Buat IHSG Dibuka Merah

Putra, CNBC Indonesia
Jumat, 14/01/2022 09:13 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah tipis 0,07% di level 6.653,65 pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (14/1/2022).

IHSG melanjutkan koreksinya setelah dibuka merah. Pada 09.10 WIB IHSG lanjut melemah 0,27% ke level 6.640. Asing net sell tipis Rp 2 miliar.

Saham yang menjadi incaran asing adalah duo saham big bank yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan net buy masing-masing Rp 17 miliar dan Rp 3,5 miliar.


Sedangkan saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO) menjadi yang paling banyak dilepas asing dengan net sell mencapai Rp 3,5 miliar.

Nasib apes harus kembali dirasakan oleh bursa saham New York. Tiga indeks saham acuannya harus ditutup dengan koreksi tajam.

Indeks Dow Jones Industrial melemah 0,49%. Kinerja indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite lebih mengecewakan lagi. Kedua indeks tersebut masing-masing anjlok lebih dari 1% dan 2,5% dini hari tadi.

Pergerakan saham terutama saham-saham teknologi di AS sangat volatil sejak awal tahun 2022. Setelah sempat menguat dalam 3 hari perdagangan terakhir harga saham-saham teknologi kembali berguguran.

Investor cenderung cash out untuk saat ini. Lagi-lagi pergerakan harga aset keuangan masih dibayangi dengan arah kebijakan moneter the Fed yang lebih ketat ke depan.

Jika di tahun 2021 saham teknologi menjadi primadona, kini justru banyak dilego investor. Seperti yang sudah diketahui bersama saham teknologi memang sangat sensitif di tengah siklus pengetatan yang dilakukan otoritas moneter AS.

Melihat Wall Street yang kebakaran, tentu bukanlah kabar baik bagi pasar keuangan Asia yang bakal buka hari ini.

Meskipun harga saham AS berjatuhan, harga obligasi pemerintahnya cenderung naik. Hal ini tercermin dari penurunan yield US treasury 10 tahun yang ditutup di bawah 1,7%.

Analis menilai bahwa penurunan yield akan cenderung temporer. Ke depan yield akan naik lagi. Bahkan untuk obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun bisa mencapai 2%. Hal tersebut disampaikan oleh Senior Economist UBS Brian Rose.

Saat suku bunga naik, banyak yang menilai berinvestasi di saham masih menjadi salah satu pilihan. Namun secara sektoral, perlu ada rotasi atau bahkan rebalancing.

Analis memandang bahwa saham-saham di sektor perbankan dan siklikal bakal diuntungkan. Lebih lanjut, analis melihat saham-saham yang berbasis value (value stock) bakal lebih menarik daripada growth stock seperti saham teknologi.

Dari dalam negeri hari ini akan ada beberapa rilis data ekonomi, mulai dari Prompt Manufacturing BI serta Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU).

Namun rilis kedua data tersebut tak akan terlalu berdampak pada pergerakan pasar karena untuk saat ini investor cenderung lebih memperhatikan sikap hawkish the Fed dan implikasinya terhadap aset keuangan.


(trp/trp)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat