
Sempat Bikin Was-Was, IHSG Akhirnya Menguat Meski Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (13/1/2021). Ini menjadi penguatan pertamanya di pekan ini.
IHSG naik 0,17% dan ditutup di level 6.658,36. Asing melanjutkan aksi beli alias net buy di pasar reguler yang mencapai Rp 572 miliar.
Saham yang menjadi incaran asing adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan net buy masing-masing Rp 154 miliar dan Rp 139 miliar.
Sedangkan saham yang dilepas asing ada PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dengan net sell Rp 78 miliar dan Rp 26 miliar.
Pasar saham AS kompak menguat semalam. Indeks Dow Jones naik 0,11%. Sedangkan untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing menguat lebih dari 0,2%.
Rebound harga saham-saham di bursa AS terjadi setelah ketiga indeks terus menerus terkoreksi pekan lalu sejalan dengan kenaikan yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang mendekati 1,8%.
Rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang mencerminkan laju inflasi pada bulan Desember 2021 tercatat tumbuh 7% year on year (yoy) dan menjadi level tertinggi sejak 1982.
Meskipun inflasi berada di level tertingginya dalam 4 dekade terakhir, tetapi kenaikan ini sudah diantisipasi oleh pelaku pasar.
Ekonom yang disurvei Dow Jones sudah memperkirakan bahwa IHK AS bulan Desember 2021 bakal naik 7% sesuai dengan angka aktual saat ini.
Melihat yield obligasi AS yang turun serta tekanan di pasar saham yang berkurang membuka peluang bagi aset-aset keuangan di negara berkembang seperti Indonesia untuk naik.
Selain mempertimbangkan faktor perkembangan pasar keuangan global, investor dan pelaku pasar perlu mencermati sentimen lain terutama dari perkembangan pandemi.
Saat ini dunia kembali dilanda gelombang lanjutan infeksi Covid-19. Kenaikan laju penularan ini diasosiasikan dengan penyebaran varian Omicron yang sudah ditemukan di lebih dari 110 negara.
Meskipun laju penularannnya tinggi, tetapi beberapa studi menunjukkan varian Omicron justru tidak seberbahaya Delta.
Namun tetap saja, jika kenaikan kasusnya semakin tinggi dan tak terkendali, hal ini bisa memantik pembatasan yang lebih ketat atau bahkan lockdown.
Merespons kenaikan kasus infeksi yang terus meluas, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 4,1% dan 3,2% untuk tahun 2022 dan 2023.
Dari dalam negeri sentiment datang dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam konferensi pers-nya kemarin sore, Menko Luhut mengungkapkan bahwa tahun 2022 ini akan dipenuhi banyak ketidakpastian, bukan hanya akibat pandemi dengan varian baru Omicron, melainkan hal-hal lain di luar itu seperti sektor properti China yang tertekan karena utang.
Secara keseluruhan sentimen memang masih cenderung beragam sehingga investor masih harus lebih berhati-hati dalam mengambil langkah strategi investasinya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000