
Rupiah Balik ke Atas Rp 14.300/US$, Ada Apa nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (10/1). Meski demikian, Mata Uang Garuda kembali ke atas Rp 14.300/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 0,35% ke Rp 14.290/US$. Tetapi tidak lama penguatan rupiah terpangkas hingga tersisa 0,14% di Rp 14.335/US$.
Rupiah kembali menambah penguatan meski belum mampu kembali ke bawah Rp 14.300/US$, pada pukul 12:00 WIB, rupiah menguat 0,24% di Rp 14.320/US$.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah berpeluang mempertebal penguatan bahkan tidak menutup kemungkinan kembali ke bawah Rp 14.300/US$. Hal ini terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.323,30 | Rp14.306,3 |
1 Bulan | Rp14.344,80 | Rp14.337,8 |
2 Bulan | Rp14.384,30 | Rp14.377,7 |
3 Bulan | Rp14.429,20 | Rp14.423,6 |
6 Bulan | Rp14.573,50 | Rp14.571,0 |
9 Bulan | Rp14.719,80 | Rp14.727,3 |
1 Tahun | Rp14.884,80 | Rp14.873,1 |
2 Tahun | Rp15.466,20 | Rp15.441,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Melesatnya rupiah di awal perdagangan hari ini tidak lepas dari jebloknya indeks dolar AS pada perdagangan Jumat lalu. Tetapi, yield obligasi (Treasury) AS yang sedang melesat tinggi membatasi penguatannya.
Yield Treasury tenor 10 tahun sepanjang pekan lalu melesat 25,3 basis poin ke 1,7655% yang merupakan level tertinggi sejak Januari 2020, atau sebelum terjadi pandemi Covid-19.
Kenaikan tersebut dipicu rilis notula The Fed edisi Desember tersebut menunjukkan selain bisa menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali, bank sentral paling powerful di dunia ini juga berpeluang mengurangi nilai neracanya (balance sheet). Artinya The Fed bisa menjual obligasi dan surat berharga yang dimiliki, sehingga likuiditas akan diserap lagi sehingga semakin ketat.
Hal tersebut dilalukan guna meredam inflasi yang sangat tinggi di Amerika Serikat. Tetapi efek lain yang ditimbulkan yakni yield obligasi (Treasury) AS mengalami lonjakan.
Kenaikan yield Treasury tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia yang pada akhirnya menekan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Untung Libur, Rupiah Bisa Melemah Lagi Hari Ini
