Kurs Rupiah Melesat! Semoga Tidak "Hangat-Hangat Tahi Ayam"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 January 2022 09:26
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melemah dalam 4 hari beruntun, rupiah akhirnya melesat di awal perdagangan Jumat (7/1). Sentimen pelaku pasar yang membaik mampu menopang rupiah, meski demikian tekanan masih besar yang membuat rupiah rentan berbalik arah. Sehingga ada risiko penguatan rupiah hanya "hangat-hangat tahi ayam"

Melansir data Refinitiv, rupiah melesat 0,21% begitu bel perdagangan berbunyi. Apresiasi rupiah bertambah menjadi 0,28% ke Rp 14.350/US$ sebelum terpangkas dan berada di Rp 14.265/US$ atau menguat 0,17% pada pukul 9:10 WIB.

Sebelumnya dalam 4 hari total rupiah melemah nyaris 1% dan berada di level terlemah dalam 1 bulan terakhir. Sentimen pelaku pasar yang cukup bagus tentunya memicu koreksi teknikal yang membuat rupiah menguat.

Membaiknya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham Asia yang menghijau pagi ini. Rupiah merupakan mata uang emerging market dengan imbal hasil tinggi, sehingga akan diuntungkan ketika sentimen pelaku pasar membaik.

Tetapi, tekanan bagi rupiah masih cukup besar sebab yield obligasi (Treasury) AS masih terus menanjak.

Dalam 4 hari perdagangan, yield Treasury sudah naik lebih dari 21 basis poin ke 1,7281% yang merupakan level tertinggi sejak April 2021.

Kenaikan yield tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia yang bisa menekan rupiah.

Pemicu kenaikan tersebut yakni bank sentral AS (The Fed) yang bisa lebih agresif lagi dalam menormalisasi kebijakan moneternya di tahun ini.

Hal tersebut terungkap dalam rilis notula rapat kebijakan moneter edisi Desember yang menunjukkan beberapa anggota The Fed juga melihat nilai neraca (balance sheet) juga bisa dikurangi.

"Peserta rapat kebijakan moneter secara umum mencatat bahwa, melihat outlook individual terhadap perekonomian, pasar tenaga kerja dan inflasi, mungkin diperlukan kenaikan suku bunga lebih awal atau dengan laju yang lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta juga mencatat akan tepat jika segera mulai mengurangi nilai neraca setelah suku bunga dinaikkan," tulis notula The Fed yang dikutip Reuters, Kamis (6/1).

Artinya, tidak hanya kenaikan suku bunga, The Fed juga berpeluang melepas menjual obligasinya dan surat berharga yang dimiliki, sehingga likuditas bisa terserap. Pengetatan likuiditas bisa berdampak pada terus menanjaknya yield Treasury yang berdampak buruk bagi rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Gembira di Awal 2023, Rupiah Siap Ngegas!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular