Duh! Larangan Ekspor Batu Bara Bisa Bikin Kahar Berjamaah
Jakarta, CNBC Indonesia - Larangan ekspor batubara berpotensi menimbulkan keadaan wanprestasi atawa kahar (force majeure). Hal ini seperti yang telah diantisipasi oleh perusahaan tambang pelat merah PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Apollonius Andwie, Sekretaris Perusahaan PTBA menyebut, PTBA telah menyusun klausul keadaan kahar dalam setiap kontrak jual beli. "Perubahan kebijakan dapat diajukan sebagai salah satu kondisi kahar," ujarnya dalam keterbukaan informasi, Rabu (4/1).
Jika skenario terburuk kahar terjadi, sesuai klausul tersebut, PTBA bakal dibebaskan dari segala kewajiban dan tanggung jawab selama keadaan kahar berlangsung. Sebab, sesuai dengan klausul, kondisi seperti tidak diatas pelanggaran atas ketentuan perjanjian jual beli atawa wanprestasi.
Sudin SH, Corporate Secretary PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) menjelaskan, larangan ekspor dinilai akan berdampak terhadap kinerja perusahaan. Namun, sifatnya hanya sementara.
Hal itu mengingat larangan ekspor batu bara mulai 1 sampai dengan 31 Januari 2022.
Saat ini, lanjut Sudin, pihaknya tengah melakukan komunikasi dengan pelanggan, pemasok dan pihak lainnya untuk mengurangi efek dari larangan sementara ekspor batubara.
"Kami akan terus memantau perkembangan kebijakan ini dan melakukan langkah yangdiperlukan untuk melakukan negosiasi untuk menunda sementara waktu jadwal pengapalan batubara untuk pasar ekspor," terang Sudin.
PTBA juga telah mengambil langkah mitigasi.PTBA bersama dengan Asosiasi Pertambangan Indonesia (APBI) serta Kantor Dagang Indonesia telah melakukan penjajakan dengan pemeirntah untuk melakukan diskusi lebih lanjut.
"Sehingga, kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah bersifat fair bagi pengusaha pertambangan pada umumnya yang mana di sisi lain juga dapat membantu PT PLN (Persero) dan IPP dalam pemenuhan pasokan batu barannya," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Mahardika Putranto menyampaikan, perusahaan dan anak usahanya terus memonitor dampak yang timbul maupun yang telah timbul dari adanya larangan dan kewajiban dari surat- surat tersebut.
"Perusahaa senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tentunya akan patuh dan mengikuti aturan yang berlaku, termasuk peraturan mengenai Domestic Market Obligation (DMO)," katanya.
Untuk tahun 2021 DMO Adaro sekitar 11,1 juta ton. Realisasi penjualan domestik pada bulan Januari - Oktober 2021 sebesar 9,69 juta ton. Dengan tambahan penjualan di November dan Desember 2021, maka estimasi total penjualan batu bara ke domestik untuk tahun 2021 adalah 26-27% dari total produksi (lebih dari yang disyaratkan).
Saat ini, Adaro mendapatkan penugasan tambahan sebanyak 500.000 ton dan sudah bersepakat dengan Kementerian ESDM serta PLN untuk segera dipenuhi.
Adaro berharap, peraturan di industri batu bara dapat membuat perusahaan tetap bisa eksis dan ikut mendukung ketahanan energi nasional sekaligus memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk royalti, pajak, tenaga kerja, CSR dan lain-lain.
Tercatat, selama bulan Januari-September 2021, kontribusi Adaro terhadap Pemerintah RI melalui royalti dan pajak penghasilan mencapai AS$ 510 juta.
(sys/dhf)