Dibuka Menguat, Saham Blue Chip Bikin IHSG Ambles

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Rabu, 05/01/2022 11:00 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan Rabu (5/1/2021) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,12% ke level 6.703,17 dan lanjut menguat dengan apresiasi 0,17% pada 09.02 WIB. Namun jelang penutupan perdagangan sesi I, IHSG malah berbalik arah bergerak di zona merah.

Data bursa mencatat pada pukul 10.16 WIB, IHSG tercatat melemah 0,12% dari penutupan perdagangan kemarin ke level 6.687,01.

Meski melemah nilai transaksinya hari ini tergolong jumbo, yakni sebesar Rp 16,24 triliun dengan frekuensi perdagangan 562 ribu kali atas 10,83 miliar unit saham.


Asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) Rp 483,81 miliar. Dengan demikian, secara kumulatif investor asing melakukan beli bersih Rp 283,31 miliar dalam tiga hari pertama 2022, setelah kemarin asing tercatat melakukan jual bersih di pasar modal.

Adapun penggerak utama IHSG jatuh ke zona merah adalah karena buruknya kinerja saham LQ45 yang tercatat hanya 11 emiten yang mampu bergerak di zona hijau, 9 emiten stagnan dan 25 lainnya berada di zona merah.

Bahkan beberapa saham blue chip terpantau masuk dalam 15 saham dengan penurunan harga terbesar (top losers) pagi ini.

Pagi ini 5 saham LQ45 dengan penurunan tertinggi masing-masing adalah emiten telekomunikasi XL Axiata (EXCL) turun 2,87%, Bank BNI (BBNI) melemah 2,14%, Perusahaan Gas Negara (PGAS) tertekan 1,79%, Bank Mandiri (BMRI) menyusut 1,74% dan terakhir Telkom Indonesia (TLKM) terkoreksi 1,68%.

Sedangkan tiga emiten dengan penguatan tertinggi adalah emiten energi dan migas Medco Energi Internasional (MEDC) naik 2,98%, TKIM terapresiasi 2,31% dan ITMG menguat 2,01%.

Hingga pukul 10.35 WIB, indeks harga saham dengan kapitalisasi besar dan memiliki likuiditas tinggi tersebut tercatat melemah hingga 0,71%.

Selain itu terdapat juga sejumlah sentimen negatif yang mungkin bisa ikut mewarnai perdagangan. Pertama adalah perkembangan di Wall Street yang agak mixed. Ini bisa membuat investor di Asia, termasuk Indonesia, galau menentukan arah.

Selanjutnya aura pengetatan kebijakan moneter AS semakin kuat yang ikut mempengaruhi kinerja Wall Street juga patut untuk disimak perkembangannya. Saat ini, semakin banyak pejabat teras The Fed yang bicara soal kenaikan suku bunga acuan, dengan Kaskhari menjadi yang paling anyar.

Terakhir perkembangan seputar pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih akan tetap membayangi pasar. Kemunculan varian Omicron menjadi perhatian dunia, karena membuat kasus positif harian di berbagai negara naik hingga menyentuh rekor tertinggi. 


(fsd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat