Sat ini setidaknya terdapat 7 taipan RI yang telah masuk ke industri perbankan digital.
Duo Hartono punya Bank BCA Digital
Bank digital milik Grup Djarum ini sendiri mulanya adalah Bank Royal Indonesia yang diakusisi oleh Bank BCA (BBCA) sebagai anak usaha di bidang perbankan digital yang akan ditujkan untuk menggarap segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Dalam memuluskan jalan bisnisnya, BCA telah menyuntikkan modal kepada Bank Royal. Dalam konferensi pers tahun lalu, direktur utama BCA menegaskan bahwa hingga September 2021, BCA telah meningkatkan modal anak perusahaan Bank Digital BCA sebesar Rp 2,7 triliun menjadi Rp 4 triliun.
BCA mengambil alih saham Bank Royal pada November 2019, dengan nilai akuisisi sebesar Rp 988.046.957.182.
Selain bank BCA Digital, ekosistem digital milik Grup Djarum termasuk e-commerce blibli.com serta layanan video on-demand Mola TV.
Sariaatmadja caplok Bank Fama
Demi memperkuat posisinya di bisnis perbankan digital, Eddy Kusnadi Sariaatmadja melalui perusahaan induk Grup Emtek, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) akhirnya mengakuisisi sebanyak 93% saham PT Bank Fama International. Transaksi tersebut dilakukan melalui anak usaha perseroan, PT Elang Media Visitama (EMV), dengan nilai akuisisi RP 908,95 miliar.
Sebelumnya, Emtek Grup (PT Elang Mahkota Teknologi Tbk/EMTK) juga telah gencar berinvestasi di bisnis digital. Saat ini Grup Emtek menjadi pengendali di e-commerce PT Bukalapak Tbk (BUKA), pemilik dompet digital DANA di bisnis finansial technology, serta pemilik Vidio untuk bisnis streaming. Namun, saat ini Grup Emtek diketahui belum memiliki perusahaan dengan fokus utama di bisnis logistik, pengantaran makanan dan fresh produt.
Chairul Tanjung sulap Bank Harda Internasional jadi Allo Bank
Sebelum diakuisisi oleh pengusaha Chairul Tanjung melalui kendaraan PT Mega Corpora dan diganti menjadi Allo Bank yang fokus di perbankan digital, Bank Harda lebih berfokus pada pengembangan pembiayaan UMKM.
Sebelum resmi diakuisisi, PT Bank Harda Internasional (BBHI) dikendalikan oleh PT Hakimputra Perkasa yang menguasai 73,71% saham perusahaan.
Pada 16 Oktober 2020, PT Hakimputra Perkasa selaku pemegang saham mayoritas Bank Harda telah meneken pengikatan jual beli saham sebanyak 3,08 miliar saham atau 73,71 persen dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh. Nilai transaksinya mencapai Rp 460,7 miliar dengan harga rata-rata Rp 149,5/saham.
Setelah menyelesaikan tender wajib, Chairul Tanjung melalui kendaraan perbankannya menguasai 90% saham di Allo Bank (BBHI).
Terbaru emiten e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan Grup Salim akan menjadi pemegang saham emiten bank digital Allo Bank. Kedua perusahaan tersebut masuk ke saham BBHI lewat skema penambahan modal dengan menerbitkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue, setalah Mega Corpora selaku pengendali Allo Bank dengan kepemilikan 90% menyatakan hanya akan mengambil bagian dan melaksanakan sebagian dari HMETD yang menjadi haknya atau sekitar 30%.
Anthoni Salim kuasai BINA dan Masuk ke Allo Bank
Konglomerasi Grup Salim adalah pemilik gurita bisnis di berbagai sektor mulai dari sektor konsumer, jasa keuangan, perkebunan hingga teknologi, dengan lebih dari 10 emiten tercatat melantai di bursa termasuk Indofood, induk Indomaret dan duo emiten sawit LSIP-SIMP.
Tahun lalu kekayaan pendiri Grup Salim mencapai US$ 8,5 (Rp 121,97 triliun) meningkat 44% dari tahun sebelumnya karena investasinya pada saham-saham yang sedang naik daun seperti Emtek dan operator pusat data DCI Indonesia (DCII) yang sempat melonjak 14.000%.
Kini, Salim yang sebenarnya juga memiliki Bank Ina Perdana (BINA) - sahamnya mampu tumbuh lebih dari 500% tahun ini - ikut menambah portofolio bank digital dengan ikut masuk ke Allo Bank melalui skema right issue.
Grup Lippo punya Bank Nobu
Lippo Group milik keluarga Mochtar Riady masuk ke semula masuk ke sektor fintech lewat OVO, sebelumnya akhirnya melepas kepada Grab Holdings. Alhasil pasca dilego oleh Tokopedia dan grup, kini sebanyak 90 % saham OVO dikuasai Grab Holdings.
Meski telah melepas OVO, Grup Lippo masih memiliki emiten PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) yang sempat dirumorkan didekati oleh perusahaan asuransi raksasa China Ping An.
Grup Lippo sendiri melalui anak usaha Multipolar (MLPL) dan Multipolar Teknologi (MLPT) secara agresif berinvestasi di beragam perusahaan rintisan RI, termasuk ruangguru.
Hary Tanoesoedibjo punya Bank MNC Internasional
Harry Tanoe masuk ke industri perbankan digital melalui anak usahanya Bank MNC Internasional (BABP). Ekspansi digital sebenarnya tidak hanya dilakukan lewat lengan finansial Grup MNC, melainkan juga lewat konten digital milik PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV), yang semula diharapkan dapat mengirim anak usahanya untuk melantai di Wall Street lewat skema SPAC.
Terkait gagalnya rencana tersebut, manajemen PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV) milik taipan Hary Tanoesoedibjo menjelaskan duduk perkara batalnya rencana transaksi merger anak usahanya PT Asia Vision Network (AVN) dengan Malacca Straits Acquisition Company Limited (MLAC).
Perusahaan menjelaskan bahwa timing kurang tepat menjadi alasan utama karena SPAC telah overcrowded, termasuk berakibat pada harga saham MLAC yang tetap berada di bawah nilai nominal US$ 10/saham.
Jerry Ng Kuasai Bank ARTO
Meski masih sering diberi label bank mini, perusahaan perbankan yang kini dikendalikan oleh duet Patrick Walujo dan Jerry Ng ini saat ini memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar dari Bank BNI yang memiliki kantor cabang dan mesin ATM dengan area operasi tersebar hingga pelosok negeri.
Bank Jago merupakan salah satu pelopor awal boomingnya perbankan digital di Tanah Air. Terbaru, perusahaan yang juga dikuasai oleh GIC Singapura dan Gopay mengungkapkan kolaborasi dengan ekosistem Grup GoTo.