Ada Jalan Terjal, Rupiah Bisa ke Bawah Rp 14.000/US$ di 2022?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 03/01/2022 16:31 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mengalami pelemahan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pertama tahun 2022, Senin (3/1). Salah satu pemicu pelemahan hari ini yakni bank sentral AS (The Fed) yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.

Data dari perangkat FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar melihat adanya probabilitas lebih dari 50% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% pada Maret nanti.

The Fed akan menjadi "jalan terjal" bagi rupiah dalam mengarungi tahun 2022. Sebab, tidak hanya sekali, The Fed bisa menaikkan suku bunga hingga 3 kali di tahun ini.
Bukan sekedar spekulasi, kemungkinan kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali datang sendiri dari The Fed.


Dilihat dari Dot Plot anggota Federal Open Market Committee (FOMC), akan ada tiga kali kenaikan suku bunga di tahun depan.

The Fed setiap akhir kuartal akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota FOMC terhadap suku bunga.

Dalam dot plot kali ini, sebanyak 12 dari 18 anggota FOMC melihat suku bunga bisa dinaikkan sebanyak 3 kali di tahun depan.

Selain itu, di 2023 akan ada kenaikan 2 kali lagi, begitu juga di tahun 2024. Sehingga dalam tiga tahun ke depan akan ada 7 kali kenaikan suku bunga.

Suku bunga The Fed saat ini sebesar 0% - 0,25%, jika setiap kali kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (0,25%), maka di akhir 2024 suku bunga The Fed sebesar 1,75% - 2%.

Meski The Fed terbilang hawkish dalam mengetatkan kebijakan moneter di tahun ini, tetapi dolar AS nyatanya tidak menguat tajam melawan rupiah. Sepanjang 2021, dolar AS hanya menguat 1,5% saja melawan rupiah.

Melihat pergerakan tersebut, ada kemungkinan pasar sudah menakar atau price in terhadap kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali di AS. Sehingga ada peluang rupiah bisa menguat di tahun ini.

Sebab, harga komoditas di tahun depan diprediksi masih tetap tinggi, dan yield Surat Berharga Negara (SBN) yang masih atraktif.

Kenaikan harga komoditas di tahun ini membuat neraca dagang Indonesia mencetak surplus selama 19 bulan beruntun.

Surplus tersebut akan membantu transaksi berjalan (current account) Indonesia agar tidak mengalami defisit yang besar bahkan bisa mencatat surplus.

Defisit transaksi berjalan yang tidak besar atau jika bisa surplus akan memberikan dampak positif ke rupiah.

Bank ANZ memprediksi di akhir 2022, rupiah bakal semakin dekat dengan Rp 14.000/US$.

"Melihat 2022, harga komoditas masih akan kuat menopang ekspor. Tetapi, dengan perekonomian yang mulai berputar, impor akan tumbuh yang menyebabkan menurunnya surplus," kata analis ANZ sebagaimana dilansir FXStreet, Rabu (15/12).

Selain itu analis tersebut juga melihat virus Omicron bisa menentukan langkah rupiah.

"Jika Omicron menjadi lebih berbahaya, itu akan merusak sentimen dan aliran modal ke pasar obligasi Indonesia di saat The Fed mulai menormalisasi kebijakan moneternya. Namun, jika Omicron hanya menimbulkan gejala ringan dan The Fed melakukan normalisasi dengan teratur, maka rupiah akan lolos dari tekanan," katanya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal Buka Ruang Penguatan Rupiah


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS

Pages