
Berbalik Melemah, Rupiah Belum Pede di Tahun Baru?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pertama tahun 2022. Tetapi tidak lama, Mata Uang Garuda malah berbalik ke zona merah dan tertahan hingga pertengahan perdagangan Senin (3/1/2021).
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,11% ke Rp 14.235/US$. Beberapa menit kemudian, rupiah langsung melemah hingga 0,14% ke Rp 14.270/US$, dan tertahan di level tersebut hingga pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih harus berjuang keras untuk bisa bangkit melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang sedikit lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.245,60 | Rp14.257,0 |
1 Bulan | Rp14.271,20 | Rp14.284,0 |
2 Bulan | Rp14.301,00 | Rp14.334,0 |
3 Bulan | Rp14.353,50 | Rp14.374,0 |
6 Bulan | Rp14.483,00 | Rp14.529,0 |
9 Bulan | Rp14.622,00 | Rp14.648,3 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Bank sentral AS (The Fed) yang berpeluang menaikkan suku bunga di bulan Maret membuat rupiah kurang pede untuk terus menguat.
Data dari perangkat FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar melihat adanya probabilitas lebih dari 50% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% pada Maret nanti.
Spekulasi tersebut lebih cepat dari sebelumnya Juni 2022, dan semakin menguat setelah Departemen Perdagangan AS pekan lalu melaporkan inflasi PCE di bulan November melesat 5,7% year-on-year (yoy). Inflasi di bulan November tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak Juli 1982.
Sementara inflasi inti PCE tumbuh 4,7%, tertinggi sejak September 1983.
Inflasi PCE merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Semakin tinggi inflasi maka The Fed bisa lebih cepat menaikkan suku bunga.
Sementara itu dari dalam negeri aktivitas manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) yang mengalami pelambatan.
IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia pada bulan Desember sebesar 53,5. sedikit melambat dari bulan sebelumnya 53,9.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.
Skor PMI manufaktur Desember 2021 jadi yang terendah dalam tiga bulan terakhir.
Meski ekspansi sektor manufaktur sedikit mengalami pelambatan, namun Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit mengatakan secara keseluruhan sentimen sangat positif.
"Namun demikian, keseluruhan sentimen bertahan sangat positif, dengan tingkat kepercayaan diri bisnis di atas rata-rata jangka panjang menunjukkan bahwa manufaktur Indonesia masih optimis terhadap pertumbuhan produksi berkelanjutan selama periode tahun 2022," kata Jingyi Pan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
