
PSAB Lunasi Utang ke BNI, Sengketa dengan MDKA Selesai?

Gugatan ini berawal dari pembentukan perusahaan patungan (joint venture/JV) keduanya untuk menggarap tambang Pani. Hal ini dilakukan lantaran MDKA memiliki izin usaha pertambangan (IUP) Pani, sedangkan kontrak karya blok Pani dipegang oleh PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM) yang merupakan anak usaha dari PSAB.
Berdasarkan pengumuman yang disampaikan perusahaan pada awal 2020 lalu, maka MDKA mengendalikan IUP Pani di Provinsi Gorontalo, Sulawesi ini sedangkan PSAB mengendalikan 100% kepentingan dalam Proyek Pani tersebut.
Untuk diketahui proyek Pani mengandung sumber daya 72,7 juta ton dengan kadar 0,98 g/t emas. PBT telah memulai program pengeboran 11.000 meter pada IUP Pani di area antara IUP Pani dan Proyek Pani.
Namun karena kedua perusahaan sebelumnya berniat untuk mengembangkan proyek secara terpisah, cadangan untuk kedua proyek akan terkena kendala oleh kebutuhan untuk memelihara pit wall di dalam masing-masing area.
Dengan demikian, lewat penggabungan ini dinilai cadangan keseluruhan akan secara material cenderung menjadi lebih besar daripada dikerjakan secara terpisah.
Kontrak Karya GSM terbagi dalam tiga blok tambang yang terpisah, yaitu Proyek Pani, blok Bolangitang dan blok Bulagidun.
Namun demikian, PBT menilai JRN telah gagal untuk melakukan kewajibannya dalam memenuhi persyaratan-persyaratan pendahuluan yang diperlukan untuk penyelesaian Conditional Shares Sale and Purchase Agreement (CSPA) yang dilakukan pada 25 November 2019 sebagaimana diubah pada 16 Desember 2019 antara kedua perusahaan.
Untuk itu, PBT meminta SIAC untuk memutuskan JRN harus menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan CSPA atau memberikan ganti rugi senilai US$ 500 juta-US$ 600 juta atau setara dengan Rp 7 triliun-Rp 8,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Sementara itu, menurut J Resouces, kewajiban JRN terbatas pada penggunaan seluruh upaya yang wajar untuk memastikan bahwa syarat pendahuluan terpenuhi, tetapi, JRN tidak berkewajiban untuk dan tidak dapat secara sepihak memenuhi syarat pendahuluan yang memerlukan tindakan pihak ketiga.
Selain itu, PSAB juga menilai bahwa CSPA tersebut tidak memberlakukan tenggat waktu kontrak selama 12 bulan agar syarat pendahuluan tersebut dapat dipenuhi.
Lalu, besarnya ganti rugi yang diklaim PBT dalam arbitrase tersebut juga dinilai tidak berdasar dan tidak memiliki dasar hukum atau fakta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
