Proyeksi 2022

Semua Sepakat! IHSG Tahun Depan Bisa Lewati 7.000, tapi...

Tri Putra, CNBC Indonesia
31 December 2021 16:45
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG, Senin (22/11/2021) (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air sukses membukukan kinerja positif di sepanjang tahun 2021. Hal ini tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencatatkan kenaikan sebesar 10% secara year-to-date (ytd).

Kendati positif, kinerja IHSG bisa dibilang tak terlalu ciamik dibandingkan dengan performa bursa saham negara lain. Di kawasan Asia Tenggara, IHSG menduduki peringkat keempat hanya unggul dari KLCI (Malaysia) yang minus 5,26% dan PSEi (Filipina) yang tumbuh 2,73% pada periode yang sama.

Kinerja IHSG masih kalah dengan Straits Times (Singapura) yang naik 10,13% dan SETi (Thailand) yang terapresiasi 14,38%. Jawara indeks saham di tahun 2021 di kawasan regional ASEAN adalah VN-Index (Vietnam) yang melesat 34,61%.

Di kawasan Asia Pasifik, IHSG menduduki peringkat 7. Sementara jika secara global, IHSG berada di ranking 26. Meskipun tak terlalu oke, namun kinerja positif pasar saham domestik patut disyukuri lantaran tahun 2021, Indonesia sempat mengalami gelombang kedua Covid-19 pada Juni-September yang menjadikan Indonesia sebagai episentrum penyebaran wabah di Asia.

Di tahun 2022, harapan ekonomi akan melanjutkan tren pemulihan terbuka. Para pelaku pasar optimis ekonomi RI bisa tumbuh dengan laju 5% seperti sebelum pandemi. Dengan proyeksi tersebut, beberapa analis memperkirakan IHSG bakal mencatatkan kinerja yang positif tahun depan.

Baik analis lokal maupun asing sepakat bahwa IHSG dapat memberikan return positif tahun depan. Macquarie Sekuritas memproyeksikan laba emiten (Earning Per Share/EPS) bisa tumbuh 20-25% sehingga target IHSG bisa menyentuh level 7.400 di tahun 2022.

Kemudian prediksi dari Tim Riset Valbury Sekuritas menyebut IHSG dapat bergerak di rentang 7.295 untuk proyeksi paling konservatif. Sedangkan untuk proyeksi dengan skenario moderat dan optimis target IHSG berada di 7.572 dan 7.850.

Tone bullish juga disampaikan oleh Mirae Sekuritas yang memperkirakan IHSG bisa tembus level 7.600 bahkan 8.000 di tahun 2022. Sementara itu view yang cukup konservatif disampaikan oleh MNC Sekuritas yang memprediksikan IHSG tembus 7.150 dengan prediksi EPS dapat tumbuh 15%.

Secara historis dalam dua dekade terakhir, median return IHSG memang cenderung positif di angka 15%. Jika menggunakan angka ini untuk target upside IHSG tahun depan maka memang IHSG bisa mencapai level 7.590 dengan mempertimbangkan level penutupan akhir tahun ini di 6.581.

Apabila menggunakan metode teknikal Fibonacci Retracement-Extention maka diperoleh menggunakan Fibo 50 IHSG bisa mencapai level 7.075 dan jika digunakan Fibo 100 maka IHSG bisa melanjutkan upside ke level 7.400 seperti yang diperkirakan oleh Macquire Sekuritas.

Sampai di sini bisa terlihat bahwa konsensus yang menggunakan metode fundamental dan teknikal sepakat IHSG bisa tembus ke atas level 7.000. Artinya paling minimal ada upside potential sebesar 6,4% dari penutupan akhir tahun ini.

Namun ada beberapa hal yang sebenarnya masih perlu diperhatikan oleh investor dan pelaku pasar terutama soal pandemi dan inflasi.

Virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 terus bermutasi. Terbaru adalah varian Omicron yang dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sudah menyebar ke 100 negara.

Varian ini pertama kali ditemukan di Afrika Selatan di minggu terakhir November lalu. Penyebaran yang semakin meluas dan cepat membuat kasus infeksi Covid-19 harian global naik dua kali lipat dari 635 ribu pada minggu terakhir November menjadi 1,3 juta per akhir tahun ini.

Penularan yang tinggi dari virus mematikan ini tentu menjadi risiko bagi pemulihan ekonomi yang diharapkan berlanjut tahun depan lantaran bisa memantik aksi lockdown besar-besaran jika kasus terus bertambah signifikan.

Kemudian dari sisi inflasi, kenaikan harga di level produsen dan konsumen yang tak kunjung mereda bisa mencekik perekonomian.

Saat inflasi tinggi, bank sentral akan cenderung mengetatkan kebijakan moneternya sehingga suku bunga akan dinaikkan. Ketika suku bunga dinaikkan pasar saham cenderung melemah. Dua faktor di atas masih menjadi risiko terbesar bagi ekonomi dan aset-aset keuangan berisiko seperti saham.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular