
Amerika, Inggris dan WHO Beri Kabar Baik, Rupiah Melesat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik terkait pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) membuat rupiah melesat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Kamis (30/12). Rupiah yang sudah 3 hari tidak pernah menguat kini berpeluang mengakhiri tren buruk tersebut.
Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melesat 0,18% ke Rp 14.225/US$. Penguatan rupiah kemudian terpangkas hingga tersisa 0,04% di Rp 14.245/US$ pada pukul 9:08 WIB.
Sebelumnya, hasil studi di Afrika Selatan menunjukkan orang-orang yang terinfeksi Omicron, terutama yang sudah divaksin memiliki, akan memiliki imun yang lebih kuat dalam menghadapi varian Delta.
Terbaru, John Bell, profesor kedokteran di Universitas Oxford serta penasehat pemerintah Inggris menyatakan pemandangan horor gelombang Covid-19 sudah menjadi sejarah.
Saat berbicara di BBC Radio 4, Bell menganalisa data dari Inggris di mana penambahan kasus per hari mencapai rekor tertinggi, dan penerimaan pasien di rumah sakit berada di level tertinggi sejak bulan Maret. Tetapi, Bell mengatakan jumlah orang yang berada di ICU, khususnya yang sudah divaksinasi masih sangat, sangat rendah.
"Jumlah orang yang sakit parah dan meninggal akbat Covid-19 secara mendasar tidak mengalami perubahan sejak kita divaksinasi dan itu merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diingat," kata Bell kepada BBC sebagaimana diwartakan CNBC International, Rabu (29/12).
"Adegan horor yang kita lihat setahun lalu, ruang ICU penuh, banyak orang meninggal sebelum waktunya, dalam pandangan saya itu sekarang sudah menjadi sejarah dan kita harus meyakini hal ini akan terus berlanjut," tambah Bell.
Ketika ditanya mengenai varian Omicron, Bell menegaskan hal yang sama dengan hasil studi yang sudah ada.
"Penyakit yang disebabkan Omicron tampaknya tidak terlalu parah, banyak pasien di rumah sakit sembuh dengan cepat, mereka tidak membutuhkan oksigen dengan aliran tinggi, rata-rata rawat inap tampaknya hanya 3 hari, ini bukan penyakit yang seperti kita lihat tahun lalu," katanya.
Kemudian dari Amerika Serikat, ahli penyakit menular Gedung Putih Anthony Fauci memperkirakan penyebaran Omicron di Negeri Paman Sam akan mencapai puncaknya pada akhir Januari.
"Di Afrika Selatan, puncak kasus terjadi cukup cepat. Grafik jumlah kasus Omicron naik nyaris vertikal, kemudian berbalik turun sangat cepat," kata Fauci sebagaimana diwartakan CNBC International.
"Saya membayangkan, melihat ukuran negara kita dan melihat perbedaan antara yang sudah divaksinasi dan belum, hal itu (puncak kasus) kemungkinan akan terjadi beberapa pekan lagi, saya pikir akan terjadi di akhir Januari," tambahnya.
Sebelumnya dalam konferensi pers Gedung Putih, Fauci juga mengatakan jika data yang ada saat ini menunjukkan Omicron tidak menimbulkan penyakit berat seperti varian Delta. Tetapi, Fauci juga memperingatkan untuk tidak berpuas diri, sebab Omicron menyebar dengan sangat cepat.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) lagi-lagi memperingatkan ada kemungkinan muncul varian baru yang bisa kebal terhadap vaksin serta imun yang ditimbulkan dari infeksi varian sebelumnya.
"Ada kemungkinan varian-varian baru corona akan muncul yang bisa menghindari tindakan pencegahan yang kita sudah lakukan dan menjadi resisten penuh terhadap vaksin dan infeksi sebelumnya," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, sebagaimana diwartakan CNBC International.
Tedros juga mengkritik pemerintah negara yang menerapkan kebijakan "populis" dan "nasionalisme jangka pendek" terkait dominasi vaksin, yang dikatakan menciptakan situasi yang ideal bagi munculnya varian baru. Ia juga berulang kali meminta semua negara untuk bekerjasama untuk meningkatkan suplai dan akses vaksin dan peralatan medis krusial.
Meski demikian, Tedros juga optimistis fase akut dari pandemi bisa berakhir di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
