Kronologi Utang Texmaco Rp 32 T, Berujung Penyitaan Aset!

Tito Bosnia, CNBC Indonesia
Minggu, 26/12/2021 14:30 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani (Dok: Humas DJP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Satgas BLBI menyita aset milik grup Texmaco pada Kamis (23/12/21). Totalnya mencapai 4.794.202 meter persegi (m2) yang tersebar di lima daerah berbeda.

Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan utang yang dimilikinya pada saat terjadi krisis keuangan pada tahun 1997-1998 silam. Dimana total nilai utang Texmaco mencapai Rp 31,72 triliun dan US$ 3,91 juta atau Rp 55,9 miliar (kurs Rp 14.300/US$).

Setelah puluhan tahun luput dari telinga publik, nama Grup Texmaco kembali mengaung bergema setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan pemanggilan terhadap pemilik Marimutu Sinivasan dan memastikan penyitaan aset terhadap Grup Texmaco yang terjerat skandal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).


Dalam keterangan pers virtual Kamis (23/12), Menkeu menyampaikan "Satgas BLBI sudah undang pemiliknya dan pemiliknya hadir dan dalam hal ini meminta ke pemiliknya untuk melakukan kewajiban seperti yang sudah ditandatangani oleh surat sebelumnya".

Sebelumnya pemilik Grup Texmaco Marimutu Sinivasan mengakui memiliki utang kepada negara sebesar Rp 8,09 triliun. Namun, ia menampik utang itu berkaitan dengan dengan BLBI.

Sri Mulyani pun menceritakan asal mula grup Texmaco memiliki utang ke pemerintah. Dimana utang ini tidak langsung ke pemerintah melainkan melalui perbankan yang pada saat krisis 22 tahun silam dibantu negara.

"Seperti yang diketahui grup texmaco adalah grup yang sebelum terjadinya krisis keuangan 97-98 meminjam ke berbagai bank, apakah bank itu milik BUMN seperti BRI kemudian BNI, Bank Mandiri dan juga bank-bank swasta yang kemudian bank-bank tersebut di bail out atau ditalangi pemerintah pada saat terjadi krisis dan kebangkrutan bank," ujarnya

Foto: BPK
Aset Texmaco yang dikelolan PPA

Namun, karena bank tempat Texmaco tidak bisa membayar utang ke pemerintah maka semua yang menjadi hak tagihnya beralih ke negara. Sebab, dalam hal ini sudah membantu perbankan.

"Utang tersebut pada status macet pada terjadi krisis. Kemudian pada saat bank-bank dilakukan bailout oleh pemerintah, maka hak tagih dari bank tagih dari bank-bank yang sudah diambil alih oleh pemerintah dengan menambahkan bailout, diambil alih oleh BPPN {Badan Penyehatan Perbankan Nasional}," imbuhnya.

Ia bercerita, sejak awal pemerintah melakukan penagihan ke grup Texmaco selalu melihat kondisi keuangan dan industrinya. Sehingga untuk melihat industri textile nya terus berjalan pemerintah kembali memberikan penjaminan LC (Letter of Credit) melalui bank BNI.

Dalam proses ini, grup Texmaco dinilai setuju untuk melakukan Master of Restructuring Agreement dengan pemerintah dan BPPN. Perjanjian ini ditandatangani sendiri oleh pemiliknya yang berarti menyatakan setuju untuk menerbitkan exchangeable bonds yang akan menjadi pengganti utang-utangnya.

Namun, saat proses berjalan grup Texmaco juga gagal membayar dari kupon exchangeable bonds yang diterbitkan pada tahun 2004 silam. Artinya, dengan waktu yang diberikan pemerintah grup ini tidak pernah membayar utangnya.

"Dengan demikian pada dasarnya grup texmaco tidak pernah membayar kupon dari utang yang telah dikonversi menjadi exchangeable bonds tersebut," kata dia.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah sudah memberi waktu yang cukup bagi Grup Texmaco untuk menyelesaikan kewajibannya. Panggilan juga sudah dilakukan pemerintah kepada pemilik Grup Texmaco yaitu Marimuti Sinivasan.

Akan tetapi, sikap baik tersebut tidak berbalas. Karena itu, pemerintah akhirnya mengeksekusi aset Grup Texmaco yang luasnya mencapai 4.794.202 meter persegi (m2) dan tersebar di lima daerah berbeda.


(cha/cha)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sinyal Lesunya Ekonomi RI, Kredit Perbankan Melambat Lagi