
Mata Uang 'Risk-On' Ini Bisa Taklukan Rupiah Yang Sedang Kuat

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah memang sedang kuat-kuatnya dalam 3 hari terakhir, tetapi melawan dolar Australia rupiah justru melemah. Rupiah mendapat tenaga dari membaiknya sentimen pelaku pasar, begitu juga dolar Australia yang merupakan mata uang 'risk-on'. Artinya ketika sentimen membaik dolar Australia akan menguat.
Terbukti, dalam 4 hari terakhir termasuk perdagangan Jumat (24/12) dolar Australia dan rupiah saling tarik menarik. Pada Selasa hingga Kamis kemarin, dolar Australia melemah melawan rupiah di awal perdagangan, tetapi di penutupan justru mampu mencatat penguatan 3 hari bertuntun.
Hal yang sama terjadi pada hari ini, dolar Australia sudah mulai memangkas pelemahan. Pada pukul 14:00 WIB berada di Rp 10.289,71, dolar Australia melemah 0,24% di pasar spot. Sementara pagi tadi sempat menyentuh Rp 10.249,94/AU$, melansir data Refinitiv.
Meredanya kecemasan terhadap penyebaran virus corona varian Omicron membuat sentimen pelaku pasar membaik.
3 hasil studi yang menunjukkan virus corona varian Omicron menyebabkan pasien yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit lebih rendah ketimbang varian lainnya membuat sentimen pelaku pasar terus membaik. Artinya, pasien yang positif Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan ketimbang varian lainnya.
Studi tersebut dilakukan di Afrika Selatan yang merupakan asal Omicron, di Inggris yang saat ini kasusnya sedang meledak, dan di Skotlandia.
"Bagi kita sebagai individu, hasil studi tersebut menjadi sesuatu yang bagus," kata Relf Reintjes, profesor epidemiologi di Hamburg University of Applied Sciences, sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (23/12).
Tetapi ia juga menyatakan jika dilihat dari sudut pandang epidemiologi, penyebaran Omicron lebih cepat ketimbang varian sebelumnya. Jadi masyarakat dan sistem kesehatan masih dalam risiko tinggi.
Selain itu Badan Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) Amerika Serikat menyetujui penggunaan dan peredaran obat besutan Pfizer untuk menekan tingkat keparahan infeksi Covid-19. Studi menunjukkan bahwa pil tersebut memiliki efektivitas hingga 89% untuk meringankan gejala Covid sehingga tak perlu mondok di rumah sakit.
Hal ini memberikan harapan bahwa penanganan pandemi bakal kian membaik sekalipun di negara yang tingkat vaksinasinya rendah. Jika penanganan pandemi membaik, maka harapan bahwa pandemi berakhir pun bakal kian besar, sehingga ekonomi segera berjalan normal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
