Marak Apartemen Hantu, Pasar Perumahan Makin Terjangkau?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
23 December 2021 16:17
Infografis/Fakta-Fakta di Balik Fenomena Apartemen 'Hantu' di Jakarta/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/Fakta-Fakta di Balik Fenomena Apartemen 'Hantu' di Jakarta/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan pasar properti tanah air dihebohkan oleh fenomena apartemen 'hantu' di Indonesia. Terminologi tersebut digunakan untuk menggambarkan membludaknya jumlah apartemen siap huni yang masih belum dibeli oleh masyarakat.

Tingkat hunian atau okupansi apartemen sewa di DKI Jakarta terus dalam tren menurun. Dari riset Colliers, okupansi apartemen servis menurun hingga kuartal III-2021, posisi okupansinya hanya di 51% di bawah rata-rata tahun lalu yang mencapai 60%. Angka tersebut juga turun 6% dari kuartal sebelumnya.

Dengan kata lain hampir separuh setiap gedung rata-rata kosong tanpa penghuni.

Kondisi tersebut diperparah oleh situasi pandemi terutama di wilayah Jakarta maupun sekitarnya, sehingga semakin memukul sektor pasar apartemen baru maupun bekas. Akibatnya, banyak penjualan apartemen khususnya kelas mewah harganya dipangkas signifikan.

Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) DKI Jakarta kepada CNBC Indonesia menyebutkan bahwa harga apartemen kelas atas terkoreksi hingga 10-15%.

Ia juga menjelaskan daerah apartemen yang paling banyak terkoreksi adalah pinggiran di luar area CBD , seperti Jakarta Selatan, juga Jakarta Barat. Selain itu minat beli masyarakat memang minim tergantung dari diskon yang diberikan.

Apakah pasar perumahan Indonesia semakin terjangkau?

Meskipun fenomena apartemen 'hantu' semakin marak ditemukan, tidak berarti kondisi pasar perumahan di Indonesia semakin terjangkau. Hal ini mengingat apartemen mewah yang harganya turun tersebut hanya 1% atau sekitar 2.000 unit dari total unit yang tersedia mencapai 200.000 unit. Selain itu di Indonesia sendiri jumlah apartemen jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah rumah.

Berbanding terbalik dengan fenomena apartemen 'hantu', Bank Indonesia (BI) melaporkan harga properti residensial pada kuartal III-2021 masih naik. Meski demikian, lajunya memang melambat.

"Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan harga properti residensial tumbuh terbatas pada triwulan III 2021. Hal ini tercermin dari kenaikan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan III 2021 sebesar 1,41% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,49% (yoy). Pada triwulan IV 2021, harga properti residensial primer diprakirakan masih tumbuh terbatas sebesar 1,19% (yoy)," ungkap keterangan tertulis BI yang dirilis Jumat (12/11/2021).

Dari sisi penjualan, lanjut laporan BI, hasil survei mengindikasikan penjualan properti residensial di pasar primer pada kuartal III-2021 masih tertahan. Hal ini tercermin dari penjualan properti residensial yang terkontraksi 15,19% (yoy). Penurunan penjualan properti residensial terutama terjadi pada tipe rumah kecil.

Di antara kota-kota utama, harga dengan pertumbuhan paling tinggi terjadi di Pontianak (3,90%), diikuti oleh Medan (2,96%) dan Pekanbaru (2,80%).

Secara umum harga properti di berbagai belahan dunia diperkirakan akan tetap meningkat tahun depan. Survei Reuters dari jejak pendapat para ahli menyebutkan prospek akan keterjangkauan properti sebagian besar negatif, yang salah satunya akibat kenaikan suku bunga yang lebih tinggi.

Dalam bisnis real estat, pandangan konvensional mengatakan bahwa kenaikan suku bunga membuat pembelian atau penjualan rumah menjadi lebih sulit, dan sebaliknya.

Kondisi ini membuat pasar perumahan dan properti mungkin tidak akan membaik dalam waktu dekat, mengingat banyak bank sentral telah mengatakan komitmen atau mengharapkan kenaikan suku bunga tahun depan demi mengekang laju inflasi.

 

Prospek Properti di Delaapan Pasar Utama DuniaFoto: Reuters
Prospek Properti di Delaapan Pasar Utama Dunia

Memang, sebagian besar pasar perumahan utama telah mengungguli tidak hanya ekonomi yang lebih luas di masing-masing wilayah, tetapi juga ekspektasi optimis analis pasar properti sendiri.

Di lima pasar tersebut - Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, dan Dubai - harga rumah secara kasar naik dua kali lipat dari perkiraan para analis pada awal tahun ini.

Sementara itu, negara tetangga terdekat seperti Malaysia, Singapura dan Australia juga mencatatkan kenaikan harga perumahan.

Pada periode Juli-September 2021, harga rumah di Singapura naik 1,1% dari kuartal sebelumnya. Ini menandai kenaikan kuartal keenam berturut-turut dalam harga rumah pribadi karena pembukaan ekonomi kembali ekonomi secara lebih luas di tengah percepatan program vaksinasi COVID-19.

Data bank sentral Malaysia menyebutkan Indeks Perumahan di Malaysia meningkat menjadi 0,80% pada kuartal keempat tahun 2021 dari -0,70 persen pada kuartal ketiga tahun 2021.

Data dari Biro Statistik Australia yang telah melacak harga properti sejak tahun 2003 menyebutkan sejak saat itu hingga kuartal pertama tahun ini, kenaikan harga lebih dari 5% dalam satu kuartal hanya terjadi sekali.

Tetapi dalam tiga kuartal pertama tahun ini, harga naik lebih dari 5% setiap saat, di mana dalam 12 bulan hingga September tahun ini, harga properti di seluruh ibu kota Australia tumbuh rata-rata dengan rekor 22%.

Lonjakan ini dipimpin oleh harga rumah yang naik lebih daripada apartemen. Harga rumah naik rata-rata 25% di seluruh ibu kota dan sampai 32% di Kota Sydney.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular