Bring Back Better Tekan Dolar AS, Rupiah Apa Kabar?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 December 2021 09:26
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah belum banyak bergerak melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (21/12) pagi. Dolar AS sebenarnya sedang mengalami tekanan, tetapi penyebaran virus corona Omicron membuat sentimen pelaku pasar memburuk dan menyulitkan rupiah yang sudah 4 hari tak pernah menguat.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.375/US$. Setelahnya rupiah melemah tipis 0,03% ke Rp 14.380/US$.

Indeks dolar AS kemarin mengalami pelemahan, dan berlanjut 0,08% ke 96,481 pagi ini.

Pelemahan tersebut terjadi mengikuti penurunan yield obligasi AS (Treasury) setelah stimulus fiskal di Negeri Paman Sam kemungkinan besar tidak akan cair. Stimulus berupa paket investasi tersebut disebut Build Back Better.

Senator Joe Manchin, yang menjadi kunci politik guna meloloskan paket investasi Presiden AS Joe Biden senilai US$ 1,75 triliun atau lebih dari Rp 25.000 triliun (kurs Rp 14.375/US$), menyatakan tidak akan mendukung paket tersebut. Goldman Sachs pun langsung memangkas proyeksi pertumbuhan AS.

"Pelemahan dolar AS terjadi akibat masalah Build Back Better. Stimulus yang lebih sedikit membuat pertumbuhan ekonomi lebih lemah, dan yield Treasury menurun. Hal itu cukup menekan dolar AS," kata Kyle Rodda, analis di IG markets, sebagaimana dilansir Reuters.

Meski demikian, rupiah masih belum mampu menguat sebab penyebaran Omicron membuat sentimen pelaku pasar memburuk.

Sebagai mata uang emerging market, rupiah tidak diuntungkan ketika sentimen pelaku pasar memburuk. Dolar AS yang menyandang status safe haven lebih menjadi pilihan, meski kasus Omicron semakin pesat menyebar di Negeri Paman Sam.

Pusat Pengendali dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) AS melaporkan Omicron kini sudah menjadi kasus yang dominan. Sebanyak 73% dari total kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) merupakan varian Omicron.

Kenaikan tersebut sangat pesat, sebab pada 11 Desember lalu Omicron hanya menginfeksi 2,9% dari total kasus. Artinya, hanya dalam waktu 10 hari, Omicron sudah mengalahkan varian Delta yang sebelumnya mendominasi kasus di Amerika Serikat.

Cepatnya penyebaran Omicron dikhawatirkan membuat banyak negara kembali menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang dalam memicu pelambatan ekonomi global. Hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan menyulitkan rupiah menguat meski dolar AS sedang tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular