
Market Cap TPIA-BBCA Melonjak, UNVR Merosot Lagi

Ada beberapa faktor yang membuat pasar saham Tanah Air kembali tertekan. Pertama adalah bank sentral di sejumlah negara, utamanya negara maju yang semakin 'galak'.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) mempercepat pengurangan pembelian aset (quantitative easing/QE) dari sebelumnya US$ 15 miliar per bulan menjadi US$ 30 miliar per bulan. Dengan demikian, program pembelian aset akan berakhir dalam tiga bulan dan setelah itu kemungkinan besar terjadi kenaikan suku bunga acuan.
Sementara itu, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) malah sudah ahead of the curve. Bank sentral pimpinan Gubernur Andrew Bailey itu sudah menaikkan suku bunga acuan dari 0,1% menjadi 0,25%. BoE menjadi bank sentral negara maju pertama yang menaikkkan suku bunga sejak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Arah kebijakan moneter dunia yang cenderung ketat membuat aset berisiko seperti saham kurang diminati. Kini investor memilih berburu obligasi, yang menawarkan cuan lebih tinggi seiring tren kenaikan suku bunga.
Kedua adalah kekhawatiran terhadap pandemi Covid-19 yang kembali mengganas. Covid-19 varian Omicron menjadi kekhawatiran baru karena sudah menyebar ke lebih dari 70 negara, termasuk Indonesia.
Di Inggris, varian omicron membuat kasus positif harian melonjak ke 92.503 orang pada Jumat pekan lalu. Ini adalah rekor kasus harian tertinggi sepanjang pandemi Covid-19.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar khawatir akan masa depan pemulihan ekonomi dunia. Bukan tidak mungkin dunia akan kembali 'dikunci' untuk meredam penyebaran varian Omicron.
"Bank sentral memberikan sinyal hawkish. Investor juga mencermati varian Omicron yang bisa menyebabkan pembatasan atau penundaan hidup bisa kembali normal," kata Ian Lyngen, Head of US Rates Strategy di BMO Capital Market, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)[Gambas:Video CNBC]
