
Bangkit! Indonesia Lepas Landas 2022

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi Indonesia diperkirakan akan semakin membaik tahun 2022 mendatang, dengan pertumbuhan ekonomi diprediksi mencapai 4,8%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun ini yang diharapkan berada di angka 3,6%, menurut laporan DBS.
Bank multinasional terbesar di Singapura tersebut mengatakan bahwa situasi pandemi yang terkendali dan kinerja vaksinasi yang sesuai rencana diharapkan dapat mempercepat normalisasi kegiatan ekonomi pada tahun 2022.
Pengurangan tajam dalam kasus infeksi Covid-19 di kuartal terakhir tahun ini memungkinkan pemerintah untuk melonggarkan aturan PPKM, khususnya untuk wilayah ekonomi krusial. Selain itu, pemerintah juga berencana meluncurkan suntikan booster mulai 22 Januari, selain mempercepat inokulasi untuk anak-anak.
DBS mencatat bahwa jika pemerintah RI mampu mengelola situasi Covid-19 dengan baik, maka pintu tetap terbuka untuk normalisasi lebih lanjut dalam hal pengeluaran diskresioner, peningkatan prospek pekerjaan, produksi, dan pertumbuhan investasi.
Di sisi sektoral, DBS berharap kinerja sektor jasa dengan kontak intensif akan pulih, setelah menghadapi kondisi kurang optimum di 2021. Kinerja perdagangan eksternal yang kuat karena kenaikan komoditas (40% dari total ekspor) telah menjadi bahan bakar utama tahun ini dan dengan asumsi kenaikan harga tersebut bertahan pada tahun 2022, perubahan positif dalam neraca perdagangan turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, DBS juga mengharapkan kenaikan inflasi menjadi 3,0% tahun depan, dari estimasi 1,5% tahun ini yang masih berada di bawah target BI. Akan tetapi, DBS meyakini kenaikan tersebut tidak akan mengganggu arah kebijakan moneter Indonesia, dengan kenaikan suku bunga diprediksi meningkat 25 basis poin menjadi 3,75% di akhir tahun 2022, dan kembali meningkat menjadi 4,5% tahun 2023, sehingga inflasi dapat ditekan turun ke angka 2,5% dalam dua tahun mendatang.
DBS juga mencatat, bahwa siklus kenaikan suku bunga yang agresif oleh The Fed bisa saja membuat BI menaikkan kembali suku bunga dengan tambahan 25 basis poin tahun depan.
DBS juga menyebutkan bahwa kondisi Indonesia saat ini lebih baik dibandingkan dengan ketika terjadinya taper tantrum AS tahun 2013 yang menyebabkan volatilitas di pasar ekuitas dan pelemahan mata uang rupiah.
Tiga alasan utama yang mendasari optimisme tersebut adalah neraca transaksi berjalan yang terjaga, cadangan devisa berada pada rekor tertinggi dan pergeseran kepemilikan obligasi pemerintah yang beredar dengan kepemilikan asing turun.
DBS memperkirakan transaksi berjalan tahun 2021 akan mencatat surplus 0,9% dari PDB, sebelum kembali ke defisit -0,5% pada tahun 2022 dengan asumsi impor barang modal dan bahan baku yang lebih tinggi karena normalisasi aktivitas sektor swasta.
Rekor cadangan devisa juga melebihi utang luar negeri jangka pendek dan peringkat memadai pada metrik ARA IMF.
Kepemilikan asing atas obligasi pemerintah juga telah turun dari hampir 40% selama pra-pandemi menjadi 20% bulan lalu, sementara pembeli domestik - bank dan BI - sekarang mencapai lebih dari setengah peredaran surat utang.
DBS juga menyebutkan bahwa tingkat inflasi berada pada laju yang dapat dikendalikan saat ini dibandingkan dengan tahun 2013-14.
Selanjutnya DBS menyebutkan bahwa perbaikan ekonomi Indonesia tahun depan juga akan dibantu oleh upaya pemerintah yang akan menggeser rantai nilai demi menghasilkan nilai tambah dengan memperluas kehadiran industri hulu pada komoditas unggulan utama termasuk nikel, bijih besi, tembaga, timah, kelapa sawit dan lainnya.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Omicron Mengintai, Ekonomi Global di 2022 Aman atau Suram?