Optimisme Pasar Masih Tinggi, Dow Futures Melesat 222 Poin
Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) melesat pada perdagangan Kamis (16/12/2021), setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memberi sinyal bahwa kebijakan moneternya bisa menjadi agresif.
Kontrak futures indeks Dow Jones Industrial Average lompat 222 poin dari nilai wajarnya. Kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq Futures tumbuh masing-masing sebesar 0,7%.
Saham yang terkait dengan kenaikan suku bunga pun meningkat, seperti saham perbankan dan bahan tambang, Saham Freeport-McMoRan melesat 3% lebih di sesi pra-pembukaan, sementara saham bank JPMorgan Chase, Citigroup dan Bank of America kompak menguat 0,6%.
Sementara itu, saham Delta Air Lines melesat 2,2% setelah perseroan memperkirakan laba bersih kuartal IV-2021 bisa menyentuh angka US$ 200 juta, setelah sebelumnya memproyeksikan kerugian.
Sementara itu, bank sentral Inggris (Bank of England) menaikkan suku bunga acuannya dari 0,1% menjadi 0,25%, menjadi kenaikan yang pertama di antara bank sentral dunia sejak era pandemi menyusul lonjakan inflasi negara tersebut.
CME FedWatch memperkirakan ada peluang sebesar 63% bahwa The Fed akan mendongkrak suku bunga acuannya pada Mei 2022, dan 44% peluang bahwa kenaikan bisa terjadi lebih dini yakni pada Maret.
Pada Rabu, Wall Street berayun ke zona hijau setelah Ketua The Fed Jerome Powell berbicara di konferensi pers. Dow Jones melesat 383 poin (+1,08%) sementara S&P 500 melompat 1,63% dan Nasdaq melejit 2,15%.
"Fakta bahwa FOMC [Federal Open Market Committee] mengakui bahwa varian batu Covid-19 merupakan ancaman bagi pemulihan ekonomi yang bisa mengubah kebijakan ke depan," tutur Tom Essaye pendiri Sevens Report dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Selain itu, lanjut dia, nada optimistis Powell membantu memberi energi penguatan karena The Fed terlihat tak se-hawkish seperti yang ditakutkan sebelumnya. Bank sentral terkuat dunia ini akan mengurangi laju pembelian asetnya pada Januari.
Selain itu, mereka akan membeli hanya US$ 60 miliar obligasi dari pasar per bulan, menurun dibandingkan dengan pembelian Desember ini yang nilainya mencapai US$ 90 miliar. Keputusan itu diambil mengikuti data inflasi yang menunjukkan lonjakan sebesar 6,8% pada November atau yang tertinggi sejak 1982.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)