Sri Mulyani Bilang 68% BUMN Bisa Bangkrut, Simak Data Ini!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
16 December 2021 16:25
Pembangunan Akses Tol Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani di Press Statement: Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022 (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu)

Emiten bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), misalnya, mencatat kenaikan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) menjadi sebesar 24,54% setelah perseroan melaksanakan rights issue senilai Rp 96 triliun pada September lalu.

Direktur Keuangan BRI, Viviana mengungkapkan, sampai dengan kuartal III-2021, CAR BRI secara konsolidasi tercatat mencapai 24,54%. Angka tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar 20,92%.

Sebagai gambaran umum soal industri keuangan RI, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pada posisi Oktober 2021 fungsi intermediasi terus meningkat dengan pertumbuhan kredit sebesar 3,24 persen (yoy) dan peningkatan penghimpunan DPK sebesar 9,44% (yoy) yang didukung dengan risiko kredit yang terkendali NPL gross 3,22%.

OJK juga mencatat, ketahanan modal perbankan yang kuat juga terus menguat untuk mendukung pertumbuhan usaha dan menyerap kerugian tercermin pada CAR industri perbankan yang mencapai 25,34% atau jauh di atas ketentuan CAR minimum sesuai profil risiko.

Bagaimana dengan posisi DER BUMN Karya?

Harus diakui, rasio lima BUMN Karya tergolong tinggi alias di atas 3 kali (300%). Posisi DER PT PP (Persero) Tbk, misalnya, mencapai 391,23%.

Lalu, secara berturut-turut PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dengan DER 404,33%, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) 332,68%, WSKT 571,19%, dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) 631,79%.

Seperti dijelaskan di atas, kendati rasio pengungkit atau leverage DER yang di atas 1 kali atau 100% tidak begitu masalah untuk emiten konstruksi, akan tetapi DER yang lebih dari 300% akan membuat beban perusahaan semakin berat lantaran adanya pinjaman yang membawa bunga yang semakin tinggi.

Pinjaman bunga yang tinggi pada gilirannya akan menekan pendapatan dan juga laba bersih perusahaan.

Memang, permasalahan utang jumbo terus menghinggapi emiten BUMN Karya akhir-akhir ini. Apalagi pandemi Covid-19 yang dimulai sejak Maret lalu juga semakin menghambat ekspansi emiten konstruksi.

Emiten BUMN Karya dengan utang terbesar saat ini adalah Waskita Karya.

Di tengah keberhasilan mencatatkan laba bersih pada kuartal III, total kewajiban (liabilitas) Waskita masih tercatat naik 1,04% dibandingkan posisi akhir Desember 2020 menjadi Rp 89,93 triliun per akhir September tahun ini.

Setelah mengalami periode sulit, saat ini WSKT sedang perlahan-lahan berupaya keluar dari jerat utang yang sangat besar tersebut.

Waskita akhirnya memperoleh restu pemerintah terkait penyertaan modal negara (PMN). Dengan restu itu, perseroan bakal melaksanakan penambahan modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue akhir tahun ini.

Emiten bersandi WSKT itu menerima Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyertaan Modal Negara (PMN) yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia. Dalam PP PMN tersebut, pemerintah sepakat menyuntikkan PMN sebesar Rp 7,90 triliun ke Waskita dari APBN 2021. Adapun pada tahun depan WSKT akan mendapatkan PMN sebesar Rp 3 triliun.

Waskita saat ini sedang dalam proses rights issue ke OJK dan berharap untuk menerima pernyataan efektif dari OJK dalam minggu ini.

Pada awal November lalu, manajemen WSKT juga menegaskan akan mendivestasikan seluruh aset jalan tolnya hingga 2025 mendatang.

Rencana divestasi ini karena pembangunan jalan tol menimbulkan beban utang yang besar bagi perusahaan. Utang yang ditimbulkan oleh investasi jalan tol ini setidaknya mencapai Rp 53 triliun-Rp 54 triliun.

Menurut catatan CNBC Indonesia, 8 November 2021, sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan penyebab Waskita Karya memiliki liabilitas, termasuk utang, yang cukup tinggi pada tahun buku 2019-yang mencapai Rp 93,47 triliun.

Menurut Tiko, panggilan akrabnya, beban utang yang tinggi itu mencapai puncaknya pada tahun 2019 setelah Waskita agresif mengakuisisi jalan tol dari pihak swasta sejak tahun 2015 sampai dengan 2017 lalu.

Singkatnya, dengan suntikan PMN dan rencana rights issue di atas, Waskita kembali mendapatkan napas baru ke depan.

Catatan saja, selain Waskita, emiten BUMN Karya lain yang mendapatkan PMN tahun depan adalah Adhi Karya dengan nilai sebesar Rp1,97 triliun.

Adapun, dari 8 emiten selain emiten bank dan BUMN Karya, tercatat setidaknya ada 2 emiten dengan DER di atas rule of thumb 1 kali, kendati masih jauh dari di bawah batas aman 3 kali, yakni PGAS (1,7 kali) dan emiten farmasi KAEF (1,6 kali).

Jadi, di samping nama-nama khusus BUMN Karya di atas, secara umum kondisi keuangan 20 emiten BUMN sejauh ini masih tergolong positif.

Nah, untuk itu, mari kita lihat bagaimana emiten BUMN Karya berhasil menekan angka utang dan rasio DER mereka ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular