
Sri Mulyani Bilang 68% BUMN Bisa Bangkrut, Simak Data Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengungkapkan fakta mengejutkan soal Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sri Mulyani menyebutkan, sebanyak 68% dari BUMN khususnya penerima suntikan modal menghadapi potensi bangkrut.
Adapun BUMN tersebut, jelas Sri, biasanya menerima suntikan modal dari pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Kemungkinan bangkrut ini dipaparkan saat membedah kinerja BUMN penerima PMN tahun 2020 saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.
"Dari sisi distress atau kemungkinan bangkrut ada 68% dari BUMN kita itu (bisa bangkrut) dan 32% nya masuk kategori aman," ungkapnya dalam raker Komisi XI, Rabu (15/12/2021).
Kemudian, jika dilihat dari rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/ DER), juga ditemukan bahwa BUMN penerima PMN sebagian besar mempunyai utang yang cukup tinggi dibandingkan rerata industrinya. Bahkan, kata Sri Mulyani, utang tersebut di atas rata-rata industrinya.
Sementara, yang sebanding dengan industrinya hanya 2%. Lalu, utang yang berada di bawah rata-rata industrinya tercatat sebanyak 34%.
Secara rule of thumb, DER suatu perusahaan biasanya dikatakan sehat apabila berada di bawah angka 1 atau 100%. Akan tetapi, tentunya angka tersebut ini berbeda-beda dari satu sektor ke sektor lainnya. Sebagai patokan, secara umum, batas wajar DER sendiri adalah 3 kali (300%) hingga 4 kali (400%).
"BUMN kita 55% itu debt-nya, utangnya berada di atas rata-rata dari industri di mana mereka berada," ujarnya.
Menurut data Sri Mulyani, alokasi dana untuk BUMN melalui PMN sepanjang 2005-2021 terbagi dalam tiga klaster yakni pendirian BUMN Rp 3 triliun, restrukturisasi BUMN Rp 12,7 triliun dan peningkatan kinerja BUMN Rp 345,6 triliun.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi keuangan sejumlah BUMN yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
Dalam tulisan ini, Tim Riset CNBC Indonesia akan berfokus pada 20 emiten yang termasuk ke dalam indeks IDXBUMN20, dengan menggunakan laporan keuangan per kuartal III (Q3) 2021. Adapun emiten BUMN Karya PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) baru merilis laporan keuangan per kuartal II 2021.
Dari 20 emiten BUMN tersebut, 5 emiten merupakan BUMN Karya atau konstruksi plus satu emiten semen, kemudian 7 emiten bank, 3 emiten tambang, dan empat sisanya beragam-mulai dari migas, telekomunikasi hingga farmasi.
Berikut tabel kinerja keuangan 20 emiten BUMN per kuartal III 2021.
Kinerja Keuangan 20 Emiten di BEI per Triwulan III 2021
Kode Ticker | Pendapatan Bersih Q3 2021 | Perubahan YoY (%) | Laba Bersih Q3 2021 | Perubahan YoY (%) |
PTBA | Rp 19.38 T | 50.84 | Rp 4.77 T | 175.90 |
ANTM | Rp 26.48 T | 46.79 | Rp 1.71 T | 104.65 |
KAEF | Rp 9.49 T | 34.74 | Rp 301.93 M | 711.71 |
PTPP | Rp 11.21 T | 10.75 | Rp 129.42 M | 207.44 |
BJTM | Rp 4.78 T | 9.95 | Rp 1.19 T | 7.81 |
BMRI | Rp 72.27 T | 8.89 | Rp 19.23 T | 37.08 |
BRIS | Rp 13.29 T | 6.87 | Rp 2.26 T | 37.01 |
TLKM | Rp 106.04 T | 6.11 | Rp 18.87 T | 13.15 |
BBRI | Rp 91.01 T | 6.00 | Rp 19.26 T | 36.41 |
BJBR | Rp 9.76 T | 5.80 | Rp 1.42 T | 18.22 |
PGAS | US$ 2.25 M | 4.80 | US$ 286.21 Juta | 437.41 |
JSMR | Rp 10.63 T | 0.80 | Rp 749.42 M | 375.52 |
ELSA | Rp 5.72 T | -0.71 | Rp 37.56 M | -79.92 |
SMGR | Rp 25.33 T | -1.15 | Rp 1.39 T | -9.99 |
BBTN | Rp 16.79 T | -1.35 | Rp 1.52 T | 35.32 |
WIKA* | Rp 6.77 T | -5.13 | Rp 83.42 M | -66.69 |
BBNI | Rp 37.52 T | -10.73 | Rp 7.75 T | 79.33 |
ADHI | Rp 7.35 T | -13.09 | Rp 17.02 M | 10.63 |
TINS | Rp 9.70 T | -18.73 | Rp 611.99 M | Dari Rugi ke Untung |
WSKT | Rp 7.13 T | -39.31 | Rp 252.71 M | Dari Rugi ke Untung |
Sumber: Laporan keuangan di BEI | *WIKA per kuartal II 2021
Apabila menilik data di atas, sebanyak 12 emiten berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih secara tahunan (year on year/YoY).
Emiten tambang batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menjadi emiten BUMN dengan pertumbuhan pendapatan tertinggi (50,84% secara yoy) di tengah booming harga batu bara sepanjang tahun ini.
Selain itu, ada 12 emiten juga yang sukses mencatatkan pertumbuhan laba bersih secara yoy per akhir kuartal III 2021. Emiten farmasi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan emiten migas PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) menduduki peringkat pertama pertumbuhan laba terbesar.
Lalu, di antara 8 emiten yang mengalami penurunan pendapatan, ada dua nama terbesar, yakni emiten tambang nikel PT Timah Tbk (TINS) dan BUMN Karya PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Namun, kendati terjadi penurunan pendapatan secara tahunan, kedua emiten tersebut berhasil membalik rugi bersih pada tahun lalu menjadi rugi bersih pada akhir September 2021.
Menyoal Rasio Utang Emiten Pelat Merah
Apabila menelisik rasio utang lewat DER, ada 12 emiten yang memiliki posisi DER sangat tinggi, yakni semua emiten dari sektor BUMN Karya dan perbankan.
Hanya saja, DER yang tinggi untuk sektor konstruksi dan perbankan seringkali dianggap wajar.
Untuk sektor konstruksi, misalnya, tinggi DER lazim terjadi lantaran tingginya modal kerja dan biaya operasi di awal proyek dan waktu pengembalian atas modal yang dikeluarkan juga relatif lebih lama.
Sementara, untuk sektor perbankan, DER tinggi terjadi karena memiliki model usaha berupa simpan pinjam. Dana dari nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) terhitung sebagai utang yang membuat DER sebuah bank menjadi tinggi. Bahkan, beberapa DER emiten bank tergolong tinggi sekali, seperti DER PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang mencapai 940,76% atau 9,4 kali.
Namun, biasanya, yang lebih diperhatikan dalam menganalisis keuangan perbankan adalah rasio lainnya, seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), rasio kecukupan modal hingga posisi kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) dan beberapa nama lagi. Adapun sejauh ini, kedua indikator tersebut tergolong aman.
Emiten bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), misalnya, mencatat kenaikan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) menjadi sebesar 24,54% setelah perseroan melaksanakan rights issue senilai Rp 96 triliun pada September lalu.
Direktur Keuangan BRI, Viviana mengungkapkan, sampai dengan kuartal III-2021, CAR BRI secara konsolidasi tercatat mencapai 24,54%. Angka tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar 20,92%.
Sebagai gambaran umum soal industri keuangan RI, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pada posisi Oktober 2021 fungsi intermediasi terus meningkat dengan pertumbuhan kredit sebesar 3,24 persen (yoy) dan peningkatan penghimpunan DPK sebesar 9,44% (yoy) yang didukung dengan risiko kredit yang terkendali NPL gross 3,22%.
OJK juga mencatat, ketahanan modal perbankan yang kuat juga terus menguat untuk mendukung pertumbuhan usaha dan menyerap kerugian tercermin pada CAR industri perbankan yang mencapai 25,34% atau jauh di atas ketentuan CAR minimum sesuai profil risiko.
Bagaimana dengan posisi DER BUMN Karya?
Harus diakui, rasio lima BUMN Karya tergolong tinggi alias di atas 3 kali (300%). Posisi DER PT PP (Persero) Tbk, misalnya, mencapai 391,23%.
Lalu, secara berturut-turut PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dengan DER 404,33%, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) 332,68%, WSKT 571,19%, dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) 631,79%.
Seperti dijelaskan di atas, kendati rasio pengungkit atau leverage DER yang di atas 1 kali atau 100% tidak begitu masalah untuk emiten konstruksi, akan tetapi DER yang lebih dari 300% akan membuat beban perusahaan semakin berat lantaran adanya pinjaman yang membawa bunga yang semakin tinggi.
Pinjaman bunga yang tinggi pada gilirannya akan menekan pendapatan dan juga laba bersih perusahaan.
Memang, permasalahan utang jumbo terus menghinggapi emiten BUMN Karya akhir-akhir ini. Apalagi pandemi Covid-19 yang dimulai sejak Maret lalu juga semakin menghambat ekspansi emiten konstruksi.
Emiten BUMN Karya dengan utang terbesar saat ini adalah Waskita Karya.
Di tengah keberhasilan mencatatkan laba bersih pada kuartal III, total kewajiban (liabilitas) Waskita masih tercatat naik 1,04% dibandingkan posisi akhir Desember 2020 menjadi Rp 89,93 triliun per akhir September tahun ini.
Setelah mengalami periode sulit, saat ini WSKT sedang perlahan-lahan berupaya keluar dari jerat utang yang sangat besar tersebut.
Waskita akhirnya memperoleh restu pemerintah terkait penyertaan modal negara (PMN). Dengan restu itu, perseroan bakal melaksanakan penambahan modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue akhir tahun ini.
Emiten bersandi WSKT itu menerima Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyertaan Modal Negara (PMN) yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia. Dalam PP PMN tersebut, pemerintah sepakat menyuntikkan PMN sebesar Rp 7,90 triliun ke Waskita dari APBN 2021. Adapun pada tahun depan WSKT akan mendapatkan PMN sebesar Rp 3 triliun.
Waskita saat ini sedang dalam proses rights issue ke OJK dan berharap untuk menerima pernyataan efektif dari OJK dalam minggu ini.
Pada awal November lalu, manajemen WSKT juga menegaskan akan mendivestasikan seluruh aset jalan tolnya hingga 2025 mendatang.
Rencana divestasi ini karena pembangunan jalan tol menimbulkan beban utang yang besar bagi perusahaan. Utang yang ditimbulkan oleh investasi jalan tol ini setidaknya mencapai Rp 53 triliun-Rp 54 triliun.
Menurut catatan CNBC Indonesia, 8 November 2021, sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan penyebab Waskita Karya memiliki liabilitas, termasuk utang, yang cukup tinggi pada tahun buku 2019-yang mencapai Rp 93,47 triliun.
Menurut Tiko, panggilan akrabnya, beban utang yang tinggi itu mencapai puncaknya pada tahun 2019 setelah Waskita agresif mengakuisisi jalan tol dari pihak swasta sejak tahun 2015 sampai dengan 2017 lalu.
Singkatnya, dengan suntikan PMN dan rencana rights issue di atas, Waskita kembali mendapatkan napas baru ke depan.
Catatan saja, selain Waskita, emiten BUMN Karya lain yang mendapatkan PMN tahun depan adalah Adhi Karya dengan nilai sebesar Rp1,97 triliun.
Adapun, dari 8 emiten selain emiten bank dan BUMN Karya, tercatat setidaknya ada 2 emiten dengan DER di atas rule of thumb 1 kali, kendati masih jauh dari di bawah batas aman 3 kali, yakni PGAS (1,7 kali) dan emiten farmasi KAEF (1,6 kali).
Jadi, di samping nama-nama khusus BUMN Karya di atas, secara umum kondisi keuangan 20 emiten BUMN sejauh ini masih tergolong positif.
Nah, untuk itu, mari kita lihat bagaimana emiten BUMN Karya berhasil menekan angka utang dan rasio DER mereka ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tepatkah Kebijakan PMN untuk BUMN Saat ini? Cek Fakta Ini